Minggu, 24 Oktober 2010

PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI KEBIJAKAN HIBAH PENGEMBANGAN TERNAK SAPI PENGGEMUKAN DI KABUPATEN BINTAN

Oleh Abu tabina

Latar Belakang
Pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan sistem agribisnis nasional menjadi bagian penting dalam mewujudkan ketahananan dan swasembada pangan bagi 230 juta lebih jumlah penduduk Indonesia. Khususnya kebutuhan akan protein hewani seperti daging, susu dan telur. Selain itu, Iwan Berri Prima (www.detik.com) menulis, peran pembangunan peternakan nasional juga sangat signifikan sebagai sektor riil yang mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 3,15 juta orang dan mampu menghidupi lebih dari 10 juta orang masyarakat Indonesia dengan investasi pada tahun 2007 tidak kurang dari Rp 4,5 triliun.

Sektor peternakan diharapkan dapat menekan angka kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2007 mencapai 37,17 juta jiwa, tahun 2008 menurun menjadi 34,96 juta jiwa dan tahun 2009 menjadi 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan jika tahun-tahun berikutnya bukan semakin menurun jumlah penduduk miskin di Indonesia tetapi justru mengalami peningkatan ketika Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri apalagi dengan adanya krisis global yang melanda hampir semua Negara di dunia (www.detik.com).

Negara Indonesia yang merupakan Negara agraris beriklim tropis sangat layak untuk dijadikan salah satu Negara yang mengedepankan sektor peternakan dalam rangka mensejahterakan penduduknya. Sesuai dengan amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar Negara Republik Indonesia ini berdiri. Salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI adalah program penggemukan sapi potong. Salah satu sumber protein nabati yang dapat diperbaharui, daging sapi menjadi menu andalan bagi masyarakat Indonesia khususnya yang beragama muslim.

Permintaan akan sapi potong dari tahun ketahun meningkat secara tajam. Sehingga memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan impor sapi dari Negara lain. Kebijakan impor dilakukan dalam rangka mendukung kekurangan produksi dalam negeri. Sampai saat ini Indonesia masih kekurangan pasokan daging sapi hingga 35% atau 135,1 ribu ton dari kebutuhan 385 ribu ton. Defisit populasi sapi diperkirakan 10,7% dari populasi ideal atau sekitar 1,18 juta ekor.

Sementara itu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) tahun 2007 mencatat, setiap tahun masyarakat Indonesia membutuhkan sekitar 350.000 sampai 400.000 ton daging sapi. Jumlah itu setara dengan sekitar 1,72 juta ekor sapi potong. Dari jumlah tersebut hingga saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 30% daging sapi dalam bentuk daging beku dari Australia maupun sapi hidup untuk memenuhi permintaan daging sapi yang masih mengalami kekurangan di dalam negeri.

Mayoritas di setiap daerah terutama yang memiliki keadaan geografis yang cocok untuk hidup sapi, memiliki program penggemukan sapi potong. Program tersebut merupakan salah satu bentuk program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu daerah yang melaksanakan program tersebut adalah Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bintan yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau.

Meskipun Kabupaten Bintan wilayahnya sebahagian besar terdiri dari lautan tetapi program tersebut merupakan salah satu program yang peruntukannya untuk masyarakat petani atau peternak. Jika dilihat dari jenis mata pencaharian dilihat dari aspek kesukuan, maka mayoritas petani/peternak adalah suku jawa dan suku pendatang lainnya, sedangkan mayoritas nelayan adalah suku melayu atau suku asli Kabupaten Bintan.
Sehingga program penggemukan sapi dipilih oleh pemerintah dengan latar belakang kondisi geografis kabupaten bintan yang layak untuk hidup sapi dan pangsa pasar daging sapi terbuka lebar, dikarenakan permintaan akan daging sapi terutama dalam skala domestik setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Apalagi kebijakan penggemukan sapi potong sudah berjalan cukup lama yaitu sejak tahun 1998 dan banyak manfaat yang diperoleh oleh masyarakat peternak tradisional di Kabupaten Bintan khususnya masyarakat golongan menengah kebawah sehingga tidak salah jika program ini dilanjutkan pada tahun 2010.

Permasalahan
Program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan sebenarnya terdiri dari berbagai macam program selain dari program penggemukan sapi potong, ada yang bergerak di Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan program one vilage one product ( satu desa satu produk), Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri, pelatihan keahlian dan keterampilan masyarakat produktif, pemberian kredit lunak, bantuan perahu dan alat tangkap ikan bagi nelayan, rehabilitasi rumah kumuh dan lain sebagainya.

Kesemuanya merupakan program yang dicanangkan pemerintah dalam rangka mengurangi dan mengayomi penduduk miskin di Kabupaten Bintan. Tulisan ini akan membahas salah satu kebijakan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan yaitu kebijakan program penggemukan sapi potong.
Program ini merupakan program turunan dari pemerintah pusat, seringnya program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat terjadi masalah ketika diimplementasikan di daerah. Seperti halnya program penggemukan sapi potong di kabupaten Bintan, permasalahan timbul ketika para peternak kesulitan mendapatkan pakan ternak konsentrat yang produksinya sangat kurang di daerah lokal sehingga harus didatangkan dari daerah lain serta tidak terukur berapa persentase tingkat penurunan masyarakat miskin melalui kebijakan program penggemukan sapi potong. Kenyataan menunjukan masih adanya penduduk miskin yang mendiami desa-desa di Kabupaten Bintan.

Tulisan ini akan membahas berkaitan efektivitas program penggemukan sapi potong terhadap penurunan masyarakat miskin di Kabupaten Bintan

Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui manfaat kebijakan program penggemukan sapi potong bagi penurunan rumah tangga miskin para peternak di Kabupaten Bintan.
2. Mengetahui efektivitas kebijakan program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan
3. Mengetahui mekanisme kebijakan program penggemukan sapi potong.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai masukan untuk pemerintah daerah Kabupaten Bintan berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan.
2. Untuk pengembangan pribadi penulis dengan menyumbangkan pengetahuan kepada khalayak ramai.


TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Penggemukan Sapi Potong

Definisi kebijakan banyak ditemui di kepustakaan Administrasi Negara. Namun, harus diakui bahwa definisi yang ada bukanlah definisi yang benar-benar memuaskan, sangat sulit untuk mencari definisi kebijakan yang memuaskan disebabkan sifatnya yang sangat luas, kabur, atau tidak spesifik. Dibawah ini akan dituliskan beberapa definisi dari kebijakan:
Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (1996).
“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak”.
Sementara menurut Heintz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam buku Charles O. Jones mendefinisikan kebijakan sebagai “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (1996).
Menurut Edi Suharto (2005: 7).
“Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu”.
Menurut Titmuss dalam Edi Suharto (2005: 7).
“Kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu”.
Public Policy adalah rangkaian panjang pilihan-pilihan yang kurang lebih berhubungan, termasuk keputusan untuk tidak berbuat, yang dibuat oleh kantor-kantor atau badan-badan pemerintah (Dunn, 2001).
Dari berbagai macam definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan merupakan tindakan terencana yang diambil oleh pemerintah dalam mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan.

Pada dasarnya sesuai dengan peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 3l tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan bantuan hibah pengembangan ternak sapi penggemukan Kabupaten Bintan tahun 2009. Kebijakan penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan menurut peraturan tersebut diperuntukan bagi masyarakat peternak yang telah dipilih secara selektif oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bintan berdasarkan tingkat perekonomiannya. Sehingga kebijakan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan pilihan yang diambil oleh pemerintah dalam hal penanggulangan kemiskinan yang peruntukannya bagi masyarakat peternak golongan menengah kebawah.

Efektifitas kebijakan
Anthon (2003: 30) mengungkapkan, Efektifitas (efektivity) atau efek (efect) berarti suatu kebijakan atau program harus memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah atau kemampuan untuk mencapai tujuan. Di bawah ini merupakan pengertian efektifitas menurut beberapa orang ahli:
a. Shaun Tyson & Tony Jackson (1992: 230).
“Efektifitas dapat didefinisikan sebagai kecakapan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Dengan dasar efektifitas adalah intergrasi.”
b. Richard M. Steers (1985: 54)
“Efektifitas adalah memadukan faktor-faktor organisasi seperti struktur dan teknologi, dan faktor individu seperti motivasi, rasa keterikatan, dan prestasi kerja.”
c. The Liang Gie (1982: 108)
“Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan tindakan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki maka orang dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau maksud yang dikehendaki.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah apabila hasil yang didapat baik berupa materi maupun non materi sesuai dengan perencanaan. Efektif atau tidaknya suatu kebijakan dapat dilihat dari pencapaian tujuannya. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bintan akan efektif bila tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik yakni berkurangnya masyarakat miskin di Kabupaten Bintan melalui kebijakan penggemukan sapi potong.

PEMBAHASAN
Pelaksanaan Program Penggemukan Sapi
Kabupaten Bintan, merupakan daerah yang mengandalkan sektor pertanian dan pariwisata dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) disamping barang tambang. Program penggemukan sapi sudah berjalan sejak tahun 1998 sebagai bagian dari kebijakan Pemda Kabupaten Bintan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan masyarakat dengan menggunakan dana perguliran dan APBD Pemkab Bintan. Pada tahun 2009, kebijakan tersebut secara rinci dijabarkan dalam peraturan Bupati Kabupaten Bintan nomor 3l tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan bantuan hibah pengembangan ternak sapi penggemukan Kabupaten Bintan tahun 2009.

Ada beragam program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan yaitu program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah pusat, PNPM Mandiri, program one vilage one product ( satu desa satu produk), bantuan kredit lunak bagi para nelayan dan petani, hibah atau bantuan kredit perahu bagi para nelayan serta program penggemukan sapi potong. Mayoritas semua dinas di Pemda Kabupaten Bintan memiliki program pengentasan kemiskinan. Kesemua program pengentasan kemiskinan tersebut, memberikan manfaat positif bagi penurunan jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bintan.

Kabupaten/Kota Jumlah
Batam 33.408 KK
Bintan 10.211 KK
Natuna 8.820 KK
Karimun 7.717 KK
Lingga 7.147 KK
Tanjungpinang 6.376 KK

  Tabel 1: Sebaran Penduduk Miskin tahun 2007 di Provinsi Kep. Riau
Pada Tabel 1 terlihat bahwa, jumlah penduduk miskin di Bintan pada tahun 2007 terbanyak kedua se Provinsi Kepulaun Riau setelah Kota Batam. Adanya program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bintan ternyata berperan siginifikan dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau mencatat, jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi berada diangka 10.208 KK, dan terjadi penurunan kembali pada tahun 2009 yaitu berada di angka 8.470 KK.

Penurunan jumlah KK miskin dalam bentuk angka ini menjadi acuan pemerintah apakah program yang dilaksanakan itu berhasil atau tidak. Kekurangannya adalah tidak adanya data secara jelas dan rinci program mana yang paling efektif dalam mengurangi masyarakat miskin, karena sepertinya semua program tersebut berperan secara bersama-sama dalam mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bintan.
Keberhasilan tahun-tahun sebelumnya dalam program penggemukan sapi potong mendorong pemda untuk melaksanakan hal serupa dengan target penggemukan sapi mencapai 1000 ekor pada tahun 2010 yang dibagikan kepada masyarakat peternak di Kabupaten Bintan dengan system bagi hasil. Surat kabar lokal Tribun Batam menyebutkan 1000 ekor sapi tersebut dialokasikan ke 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan yaitu; Bintan Utara 219 ekor, Teluk Sebong 137 ekor, Teluk Bintan 74 ekor, Gunung Kijang 155 ekor, Bintan Timur 225 ekor, Toapaya 105 ekor dan Sri Kuala Lobam sebanyak 85 ekor.

Satu ekor sapi bisa menghasilkan jutaan rupiah kepada para peternak. Mereka cukup memelihara sapi berumur 1,5 tahun dengan berat 100 kg seharga 4,5 juta yang dikirim dari Pulau Jawa. Dalam waktu tidak terlalu lama 6-8 bulan, melalui program penggemukan (pakan ternak konsentrat), sapi tersebut dapat bertambah beratnya hingga mencapai 300 kg dan dijual seharga 7-9 juta rupiah. Dengan pembagian, 80 persen dari keuntungan diambil oleh masyarakat sedangkan 20 persen diberikan kepada pemerintah untuk diputar kembali.

Sementara modal awal dikembalikan kepada pemerintah. Hal ini dilakukan untuk melatih kemandirian masyarakat agar tidak selalu bergantung kepada pemerintah, dengan adanya keuntungan yang besar tersebut dapat dimanfaatkan bagi para peternak untuk mengembangkan kembali peternakannya sehingga tidak perlu lagi mengambl bibit sapi dari luar daerah.

Kebijakan penggemukan sapi potong yang diambil Pemda Kab. Bintan merupakan bentuk kebijakan dalam mengurangi penduduk miskin terutama miskin dalam pengertian ekonomi yang menurut Rintuh dan Miar (2005;174) mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Harapannya dengan terselesaikannya kemiskinan secara ekonomi akan memudahkan kemiskinan dari dimensi sosial dan moral serta struktural dapat diminimalisir. Imbas bagi pemerintah daerah yaitu akan meningkatkan sumber PAD dari sektor peternakan dan kesejahteraan masyarakat peternak dapat meningkat sehingga mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bintan.

Program yang dilaksanakan tersebut sebagai bagian dari fungsi pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat dengan memperdayakan potensi SDA dan SDM yang dimilikinya dengan mengembangkan sektor agribisnis. Karena pada dasarnya tugas dari pemerintah adalah mengatur dan mengelola sumberdaya yang ada agar menghasilkan perubahan substansial dalam lingkungan yang belum mapan.

Dengan adanya program penggemukan sapi secara langsung berdampak kepada pemenuhan kebutuhan akan daging khususnya untuk memenuhi pasar domestic provinsi Kep.Riau itu sendiri yang menurut Wakil Bupati Kabupaten Bintan Mastur Taher dalam sebuah harian surat kabar lokal Tribun Batam mengatakan, pasar domestik khususnya di wilayahnya baru terpenuhi 30 persen daging sapi lokal selebihnya masih mengharapkan pengiriman dari daerah lain.

Kebijakan program penggemukan sapi potong merupakan salah satu kebijakan yang mendasarkan kepada potensi kewilayahan. Secara geografis Kab. Bintan memiliki lahan hijau yang luas dengan kondisi alam yang mendukung ditambah lagi bertetangga dengan Negara Singapura dan Malaysia yang tentu saja akan menjadi pangsa pasar potensial ketika pemenuhan pasar domestic akan daging sudah terpenuhi dengan baik. Perkembangan selanjutnya dari program penggemukan sapi tersebut adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar khususunya untuk rumah tangga.

Kotoran sapi yang dikumpulkan dan diproses lebih lanjut menjadi salah satu sumber bahan bakar biogas yang bisa dimanfaatkan masyarakat setempat, sebagai pengganti bahan bakar migas yang saat ini mulai beranjak naik seiring kenaikan harga minyak dunia. Lagi-lagi hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tergolong miskin dan menengah, khususnya masyarakat yang memanfaatkan teknologi ini, dan tentunya dukungan dari pemda dalam memberikan pengetahuan akan pengolahan dan pemanfaatan biogas menjadi hal yang sangat dibutuhkan.

Selain itu, limbah kotoran sapi tersebut selain dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar biogas juga menjadi salah satu pupuk organik ramah lingkungan yang mampu menyuburkan tanah yang berperan penting dalam meningkatkan hasil pertanian petani.

Kesimpulan
Adanya program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan salah satunya berupa program penggemukan sapi potong menurut data BPS Provinsi Kepulauan Riau selama tiga tahun terakhir (Tahun 2007 sebanyak 10.211 KK, Tahun 2008 sebanyak 10.208 KK dan Tahun 2009 sebanyak 8.470 KK) menunjukan angka penurunan meskipun penurunan yang terjadi tidak terlalu ekstrim. Tetapi adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bintan menandakan kebijakan atau program pengentasan kemiskinan yang dilaksankan pemda setempat dinilai berhasil.

Kebijakan program penggemukan sapi potong untuk wilayah Kabupaten Bintan merupakan salah satu program yang dapat dilaksanakan mengingat wilayah Kabupaten Bintan terbilang cukup luas dan potensi pasar yang masih terbuka lebar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan dinilai berhasil karena mampu menciptakan iklim wirausaha bagi para peternak dan masyarakat sekitar, dan pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi bahan berguna dalam proses kehidupan masyarakat Kabupaten Bintan merupakan bentuk nyata inovasi yang dilakukannya.

Saran
Saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan dalam pelaksanaan program penggemukan sapi potong adalah, agar lebih terus-menerus mengawasi program tersebut supaya tidak terjadi penyimpangan ataupun penyalahgunaan dalam praktek di masyarakat. Mengingat ketidakberhasilan program pemerintah untuk diterapkan di masyarakat disebabkan sikap mental masyarakat Indonesia yang sering menyelewengkan segala bentuk bantuan, hal ini lah yang menyumbangkan peringkat tinggi Negara Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di Asia Tenggara dan dunia.

Selain program penggemukan sapi potong, pemerintah juga perlu mengembangkan beragam program pengentasan kemiskinan yang cocok dengan budaya dan kondisi geografis Kabupaten Bintan, supaya kemakmuran dapat dirasakan merata oleh semua elemen masyarakat Kabupaten Bintan. Meskipun dinilai program penggemukan sapi potong dinilai berhasil tetapi pemerintah daerah diharapkan lebih mengembangkan perekonomian masyarakat disektor perikanan mengingat kondisi geografis Kabupaten Bintan yang berada di Pulau Bintan mayoritas terdiri dari lautan.

Daftar Pustaka

Nurzaman, Siti Sutriah. 2002. Perencanaan Wilayah Di Indonesia Pada Masa Krisis. Bandung: ITB
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Prima, Iwan Berri. Kebijakan impor daging sapi dan ketahanan pangan. www.detik.com. Diunduh tanggal 20 Februari 2010
Rintuh, Cornelis & Miar. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat edisi pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Syafiie, Inu Kencana., Tandjung, Djamaludin. & Modeong, Supardan. (1999). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjokroamidjojo, Bintoro., & A.R., Mustopadidjaya. (1988). Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
www.bintankab.go.id.
www.kepri.bps.go.id.
www.tribunbatam.co.id.

1 komentar:

  1. Sebaiknya hasil kajian tersebut harus benar-benar dilakukan kroscek kelapangan sebab program pengemukan tidak memberikan kontribusi positif terhadap penambahan populasi ternak bibit dan kontra produktif dengan pengembangan biogas masyarakat(hampir sebagian besar instalasi biogas yang telah dibangun tidak dapat berfugsi dikarenakan tidak adanya ternak sapi lagi ternak sudah dijual). Sebaiknya untuk menambah populasi dan mengurangi ketergantungan terhadap pasokan bibit (dimana daerah asal bibit telah mengetatkan pengeluaran ternak)agar bisa berswadaya ternak maka dipikirkan untuk mengembangkan pola kombinasi (1 untuk indukan, 2 pengemukan dan 2 anakan/bakalan bibit) jadi sasaran jangka pendek dan panjang akan tercapai yaitu peningkatan pendapatan petani/pengentasan kemiskinan dan penambahan populasi tercapai. Bravo

    BalasHapus