PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI
KEBIJAKAN BANTUAN BERGULIR KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KOTA TANJUNGPINANG
Oleh Abu tabina
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Kondisi alam yang beriklim tropis dan kekayaan lahan yang luas, sangat memungkinkan bagi negara ini untuk maju dan berkembang menjadi salah satu negara dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang tinggi dan bukan sebaliknya.
Pembangunan di Indonesia menurut Rintuh dan Miar (2005:129) selama ini dinilai salah, karena pembangunan tidak berpusat kepada pembangunan agribisnis sebagai kekuatan utama bangsa ini tetapi lebih mengedepankan kepada pembangunan industrialisasi yang menggeser lahan pertanian menjadi lahan industri dan pemukiman. Sehingga untuk memulihkan perekonomian bangsa ini, pemerintah kembali melakukan pengembangan pembangunan di bidang agribisnis terutama di usaha mikro.
Beragam program dicanangkan oleh pemerintah untuk memulihkan kondisi perekonomian Bangsa Indonesia sejak merdeka. Diantaranya yaitu program penggemukan sapi potong, program one vilage one product ( satu desa satu produk), Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri, pelatihan keahlian dan keterampilan masyarakat produktif, pemberian kredit lunak, bantuan perahu dan alat tangkap ikan bagi nelayan, rehabilitasi rumah kumuh, bantuan bergulir Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan lain sebagainya.
Kesemuanya merupakan program yang dicanangkan pemerintah dalam rangka mengurangi dan mengayomi penduduk miskin. Tulisan ini akan membahas salah satu kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia yaitu kebijakan program Bantuan bergulir Kelompok Usaha Bersama (KUBE) khususnya yang dilaksanakan di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
PEMBAHASAN
Kondisi Geografis
Kota Tanjungpinang memiliki karakteristik geografis dataran rendah, kawasan rawa dan hutan bakau. Hampir tidak terdapat perbukitan sehingga upaya pengembangan kota untuk pemukiman penduduk dan lainnya menjadi sangat mudah. Suhu berkisar antara rata-rata 21-30 derajat celcius dengan kelembapan rata-rata 61%-91% dan tekanan udara minimal 1000,5 MBS dan maksimal 1014,7 MBS. Memiliki dua musim yaitu musim hujan sekitar bulan akhir Oktober sampai awal Juni. Musim kemarau berlangsung antara bulan Juli sampai Agustus.
Dari sisi kependudukan kenaikan jumlah penduduk dengan rata-rata pertambahan 3,69% menjadi 146.603 jiwa dari 137.356 jiwa pada tahun 2000. Faktor pertambahan jumlah penduduk disebabkan oleh migrasi yang terjadi setiap bulannya karena banyaknya orang dari daerah luar yang datang dan menetap di daerah ini. Penyebaran penduduk kota Tanjugpinang kurang begitu merata. Untuk tahun 2001 dengan jumlah penduduk 146.603 jiwa, tingkat kepadatan per km2 sekitar 612 jiwa.
Pelaksanaan Program
Tahun 2010, sebanyak 27 kelompok usaha menerima manfaat bantuan program kelompok usaha bersama (Kube) yang bersumber dari APBD Kota Tanjungpinang. Program ini salah satu upaya Pemerintah Kota Tanjungpinang untuk mengentaskan kemiskinan yang ada diwilayahnya. KUBE merupakan program turunan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dalam mengurangi dan memberdayakan masyarakat miskin di wilayah perkotaan dan pedesaan dengan memberikan bantuan dana bergulir dari tiga sumber yaitu APBN, APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten.
Hasil produksi Kube yang ada di Kota Tanjungpinang dinilai berhasil dalam menyisihkan penghasilan untuk tabungan kelompok. Sehingga usaha ini mampu memperbaiki tingkat perekonomian rakyat dalam mengatasi kemiskinan. Kube yang bergerak di Kota Tanjungpinang diantaranya adalah Kube Usaha Baru yang membudidayakan teripang, Kelompok Udang Harimau yang membudidayakan udang, kelompok Angrek Merah IV yang bergerak di bidang pembuatan Opak (kerupuk singkong) yang pekerjanya semuanya terdiri dari ibu-ibu dan lain sebagainya. Pembuatan Kube berdasarkan kepada potensi yang dapat dikembangkan dan dimiliki oleh masing-masing wilayah, biasanya di bentuk ditingkat RT (Rukun Tetangga).
BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin. Kriteria ini menjadi prioritas Pemko Tanjungpinang dalam memberikan bantuan kepada Kube. Rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari babmu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Ada satu tambahan lagi yaitu yang menjadi kriteria miskin yaitu rumah tangga yang tidak pernah menerima kredit usaha UKM/KUKM setahun lalu. Berikut ini merupakan tabel yang menjelaskan jumlah KK miskin di Provinsi Kepuluan Riau.
Tabel 1: Sebaran Penduduk Miskin tahun 2005 di Provinsi Kep. Riau
Kabupaten/Kota Jumlah
Batam 33.408 KK
Bintan 10.211 KK
Natuna 8.820 KK
Karimun 7.717 KK
Lingga 7.147 KK
Tanjungpinang 6.376 KK
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tanjungpinang terhadap rumah tangga miskin (RTM) di Kota Tanjungpinang pada akhir 2008 menunjukkan penurunan jumlah warga miskin dibandingkan survei yang dilakukan 2005. Penurunan jumlah tersebut dari 6376 RTM menjadi 5869 RTM. Penurunan jumlah RTM dalam bentuk angka ini menjadi acuan pemerintah apakah program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan itu berhasil atau tidak. Kekurangannya adalah tidak adanya data secara jelas dan rinci program mana yang paling efektif dalam mengurangi masyarakat miskin, karena sepertinya semua program tersebut berperan secara bersama-sama dalam mengurangi kemiskinan di Kota Tanjungpinang.
Kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pemberian dana bergulir kepada KUBE merupakan bentuk kebijakan dalam mengurangi penduduk miskin terutama miskin dalam pengertian ekonomi yang menurut Rintuh dan Miar (2005:174) mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Harapannya dengan terselesaikannya kemiskinan secara ekonomi akan memudahkan kemiskinan dari dimensi sosial dan moral serta struktural dapat diminimalisir. Imbas bagi pemerintah daerah yaitu akan meningkatkan sumber PAD dari sektor usaha mikro, karena mayoritas KUBE bergerak di usaha mikro seperti peternakan dan pengelolaan hasil perikanan dan pertanian serta bentuk kerajinan tangan yang mempunyai nilai ekonomis.
Program yang dilaksanakan tersebut sebagai bagian dari fungsi pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat dengan memperdayakan potensi SDA dan SDM yang dimilikinya dengan mengembangkan sektor ekonomi mikro. Karena pada dasarnya tugas dari pemerintah adalah mengatur dan mengelola sumberdaya yang ada agar menghasilkan perubahan substansial dalam lingkungan yang belum mapan.
Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan. Kesejahteraan harus dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kerohanian. Orang yang bisa berobat ke dokter bila sakit, dapat menjalankan ibadah agamanya dengan baik, dan mudah mengakses makanan bergizi, adalah orang sejahtera. Karena itu, ketidaksejahteraan dapat terjadi karena alasan ekonomi atau non-ekonomi. Bantuan bergulir kepada Kube merupakan bentuk usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi.
Kesejahteraan dapat diraih jika seseorang dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, pangan, pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, dan lainnya. Kesehatan adalah salah satu indikator kesejahteraan. Secara makro, ini dicerminkan oleh angka kematian bayi, angka harapan hidup, dan angka kematian ibu melahirkan. Berbagai indikator itu terkait mudah-tidaknya akses seseorang terhadap layanan kesehatan. Pendidikan menjadi kunci penting guna mengatasi kemiskinan dan ketidaksejahteraan. Upaya pemerintah membagikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) ke sekolah-sekolah bertujuan agar masyarakat dapat mendapat pendidikan secara gratis atau murah.
Masyarakat yang terdidik berpeluang meraih pekerjaan lebih baik sehingga mereka terhindar dari kemiskinan. Adanya program KUBE mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang beragam aktivitas usaha untuk meningkatkan perekonomian keluarga dan masyarakat. Penanganan secara kelompok ditujukan untuk menumbuhkembangkan semangat kebersamaan dalam upaya peningkatan taraf kesejahteraan sosial. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kota Tanjungpinang dalam efektivitas program menjadi bagian integral yang mesti dilaksanakan.
Kesimpulan
Adanya program pengentasan kemiskinan di Kota Tanjungpinang salah satunya berupa program bantuan bergulir Kelompok Usaha Bersama (Kube) menurut data BPS Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau menunjukan angka penurunan meskipun penurunan yang terjadi tidak terlalu ekstrim. Tetapi adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Kota Tanjungpinang menandakan kebijakan atau program pengentasan kemiskinan yang dilaksankan pemda setempat dinilai berhasil. Pemerintah perlu kembali mengevaluasi dengan baik kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan masalah pengentasan kemiskinan ini. Sebagai bagian dari pelaksanaan amanat UUD 1945. Pemerintah Kota Tanjungpinang perlu menumbuhkan jiwa enterpreneurship bagi masyarakat baik itu bagi kalangan remaja, pemuda maupun orang tua, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang berasumsi bahwa pekerjaan yang terbaik adalah menjadi pegawai negeri sipil, tetapi perlu dirubah mindsetnya bahwa menjadi pengusaha itu jauh lebih baik ketimbang menjadi pegawai (swasta/negeri).
Daftar Pustaka
Rintuh, Cornelis & Miar. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat edisi pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
www.depsosri.com. Diunduh tanggal 10 Maret 2010
www.ibintan.com. Diunduh tanggal 10 Maret 2010
www.kepri.bps.go.id. Diunduh tanggal 10 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar