oleh abu tabina
Anda pernah bermimpi,… ya, sepertinya semua orang pernah bermimpi. Mimpi merupakan bunga tidur kita, ada yang mimpi menyenangkan, sehingga membuat kita tertawa bahkan merasa senang dengan mimpi tersebut, bahkan ada juga mimpi yang menyeramkan, sehingga untuk sekedar mengingatnya saja kita sudah tak mampu. Terlepas dari penafsiran makna mimpi-mimpi manusia, sesungguhnya mimpi kita adalah sesuatu yang pernah kita rasakan atau pikirkan sebelum tidur. Atau juga merupakan hal baru yang selama ini tidak pernah terlintas dalam benak kita..
Tapi bukan pengertian mimpi itu yang saya maksudkan kawan. Pernah mendengar ungkapan jangan malu untuk bermimpi…ungkapan ini sesungguhnya memberikan arti kepada kita bahwa kita sebagaimana manusia tidak dibatasi oleh sesuatu, yang membatasi kita akan sesuatu adalah ketidaktahuan kita tentang sesuatu tersebut. Dalam konteks agama, kita diperbolehkan untuk bermimpi, selagi mimpi itu merupakan kebaikan, sebagaimana Rasulullah pernah bermimpi ketika memecahkan batu dalam peristiwa penggalian parit ketika perang khandaq.
Rasul bermimpi atau lebih tepatnya diperlihatkan oleh Allah akan masa depan umat Islam yang mampu menguasai Negara Persia dan Romawi. Ya ini mimpi umat Islam, yang akhirnya menjadi motivasi para sahabat sepeninggal Rasulullah untuk menjadi pribadi pilihan yang mampu membebaskan Negara tersebut dari hegemoni kemaksiatan, sesuai dengan mimpi Rasulullah saw. Atau mimpi mulia para pendiri Negara Indonesia yang tertuang di dalam pembukaan undang-undang dasar 1945..
Kita semua sudah hafal bukan..ada juga mimpi Thomas alfa Edison yang ingin desanya di malam hari seterang siang, atau obsesi seorang anak taman kanak-kanak yang ingin manjadi dokter, ketika seharian ia melihat ibunya sakit keras..dan ada juga mimpi sekelompok anak muda yang menginginkan Indonesia menjadi Negara yang sejahtera, adil dan makmur cepat terwujud dan ada juga mimpi sekelompok pemuda yang menginginkan Indonesia menjadi Negara sekuler… berjuta mimpi ada dalam setiap benak kita.
Tapi , pernahkah kita bermimpi untuk menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini..atau kita bermimpi menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain dan agama kita,….atau kita bermimpi menjadi PNS, tentara, pengusaha, karyawan swasta, pedagang atau pun profesi dunia kita saat ini, yang bekerja karena Allah, tidak main ‘sikut sana sikut sini’…
Kebanyakan orang sudah terlanjur nyaman dengan kehidupan yang mereka jalani. Untuk berfikir mengenai perubahan, mereka merasa enggan. Terutama perubahan yang membuat mereka menjadi lebih baik. Karena merubah cara berfikir bukanlah suatu hal yang mudah jika telah terlena dengan kehidupan yang dianggap nyaman. Saya yakin, kebanyakan mereka memiliki potensi yang luar biasa. Karena sesungguhnya Allah telah menganugerahkan manusia dengan potensinya masing-masing. Lalu bagaimana manusia tersebut menggali dan mengembangkannya.
Dengan merubah cara berfikir dan berani bermimpi, maka kita akan bisa berjalan hendak kemana. Bukan berjalan di tempat. Berusaha berbeda dengan mimpi kita. Karena kita semua bisa, jika kita berusaha. Berusaha untuk membuat bangga diri sendiri sebelum kita membuat orang lain bangga dengan kita. Karena Allah tak akan merubah nasib suatu kaum, sebelum kaum tersebut merubah dirinya sendiri… selamat tahun baru hijriah 1433 Hijriah dan 2011 Masehi, semoga kita menjadi pribadi yang mampu berubah seperti metamorfosanya ulat menjadi kupu-kupu.(tnt)
Rabu, 08 Desember 2010
Kamis, 02 Desember 2010
Perang pemikiran yang mematikan
oleh abu tabina
Sudah banyak literature yang membahas tentang perang pemikiran atau ghazwul fiqr ini. Tulisan ini mencoba untuk menambah khasanah kekayaan tema tersebut. Mudah-mudahan dapat diambil pelajaran/ibroh bagi kita semua.
Sesunggugnya kata perang sendiri merupakan sesuatu yang sangat identik dengan tindakan kekerasan, pembunuhan, penggunaan senjata, dan berakhir dengan kekalahan atau kemenangan. Ada beragam tujuan perang, dari hanya sebatas perluasan daerah kekuasaan untuk mendapatkan kekayaan, kehormatan maupun perang dengan tujuan penyebaran keyakinan (gold, glory & gospel).
Ketiga tujuan perang ini lah yang mendasari Bangsa Kolonial Barat menjajah bumi Indonesia berabad-abad lamanya… bahkan Belanda mampu bercokol di negeri gemah ripah loh jinawi ini selama 350 tahun…bukanlah waktu yang singkat kawan…
Jauh sebelum itu di zaman Rasulullah juga terdapat banyak terjadi perang secara qital (face to face), seperti Perang Badar, Perang Hunain, Perang Uhud dan sebagainya.. tujuannya hanya satu yaitu membela agama ini agar tetap tegak dan menghancurkan hegemoni kaum kuffar pada saat itu.
Seiring kemajuan zaman dan berkembangnya pola pikir masyarakat modern, perang pun mengalami perubahan cara, tetapi tetap satu orientasi yaitu menguasai daerah atau masyarakat lain untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Muncullah yang namanya perang pemikiran..jika pada perang qital kita banyak melihat ceceran darah maupun dentuman senjata, maka pada perang pemikiran kita tidak akan menemukan itu semua..
Obyeknya dialihkan dari fisik ke pemikiran,..imbasnya adalah merosotnya moral, kemaksiatan merajalela, sifat individualisme yang tinggi.. puncaknya adalah ajaran agama ini ditingglakan oleh para pemeluknya..Agama sudah tidak memiliki roh, iman para pemeluknya ringkih,..dan akhirnya mudah dikuasai oleh musuh-musuh Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
“ Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. ” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemamuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Q.s: Albaqarah:120)
Bentuk-bentuk perang pemikiran yang ada dapat dikelompokan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu Style, Song, and Sport.
Style dalam bahasa Indonesianya diartikan sebagai gaya atau dapat dikatakan sebagai gaya hidup (life style). Ditunjukkan dengan gaya hidup yang berorientasi kepada materi, hedonisme, sekulerisme, dengan menghancurkan sendi-sendi nilai moral dan sosial yang ada di keluarga maupun masyarakat Indonesia.
Song diartikan sebagai lagu termasuk musik dan beragam hiburan lainnya yang melalaikan pemuda kita dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan syair yang mengundang birahi dan mengajarkan kemaksiatan, serta didukung oleh aksi panggung para artis yang semakin meruntuhkan bangunan moral generasi muda Islam.
Sport diartikan sebagai olah raga, yang banyak menghilangkan sekat-sekat berinteraksinya lawan jenis dan menjadi sarana bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Apalagi bila pakaian olahraga yang dikenakan jauh dari menutup aurat sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
Ketiga bentuk perang pemikiran tersebut, terbukti mumpuni dalam menghasilkan generasi muda maupun generasi tua umat Islam yang ringkih pondasi imannya, mudah tergoyah dan hancur. Media cetak dan elektronik menjadi saksi hancurnya bangunan-bangunan moral masyarakat Indonesia. Kita, _melalui media-media tersebut_ tanpa malu-malu lagi membongkar aib masyarakat Indonesia sehingga menjadi konsumsi harian yang menyenangkan..bukankah ini salah satu contoh kecil dari hasil GF yang telah dikobarkan oleh musuh-musuh Islam berpuluh-puluh tahun lamanya..
Solusi yang ditawarkan...
Buka kembali catatan hidup kita, apa yang menjadi tujuan akhir kita? Akhirat bukan?
Dunia adalah sarana atau washilah yang mengantarkan kita kepada kehidupan abadi...ada dua pilihan, kenikmatan abadi atau kesengsaraan selamanya..
Tepuk dada tanya iman...
Sudah banyak literature yang membahas tentang perang pemikiran atau ghazwul fiqr ini. Tulisan ini mencoba untuk menambah khasanah kekayaan tema tersebut. Mudah-mudahan dapat diambil pelajaran/ibroh bagi kita semua.
Sesunggugnya kata perang sendiri merupakan sesuatu yang sangat identik dengan tindakan kekerasan, pembunuhan, penggunaan senjata, dan berakhir dengan kekalahan atau kemenangan. Ada beragam tujuan perang, dari hanya sebatas perluasan daerah kekuasaan untuk mendapatkan kekayaan, kehormatan maupun perang dengan tujuan penyebaran keyakinan (gold, glory & gospel).
Ketiga tujuan perang ini lah yang mendasari Bangsa Kolonial Barat menjajah bumi Indonesia berabad-abad lamanya… bahkan Belanda mampu bercokol di negeri gemah ripah loh jinawi ini selama 350 tahun…bukanlah waktu yang singkat kawan…
Jauh sebelum itu di zaman Rasulullah juga terdapat banyak terjadi perang secara qital (face to face), seperti Perang Badar, Perang Hunain, Perang Uhud dan sebagainya.. tujuannya hanya satu yaitu membela agama ini agar tetap tegak dan menghancurkan hegemoni kaum kuffar pada saat itu.
Seiring kemajuan zaman dan berkembangnya pola pikir masyarakat modern, perang pun mengalami perubahan cara, tetapi tetap satu orientasi yaitu menguasai daerah atau masyarakat lain untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Muncullah yang namanya perang pemikiran..jika pada perang qital kita banyak melihat ceceran darah maupun dentuman senjata, maka pada perang pemikiran kita tidak akan menemukan itu semua..
Obyeknya dialihkan dari fisik ke pemikiran,..imbasnya adalah merosotnya moral, kemaksiatan merajalela, sifat individualisme yang tinggi.. puncaknya adalah ajaran agama ini ditingglakan oleh para pemeluknya..Agama sudah tidak memiliki roh, iman para pemeluknya ringkih,..dan akhirnya mudah dikuasai oleh musuh-musuh Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut:
“ Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. ” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemamuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Q.s: Albaqarah:120)
Bentuk-bentuk perang pemikiran yang ada dapat dikelompokan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu Style, Song, and Sport.
Style dalam bahasa Indonesianya diartikan sebagai gaya atau dapat dikatakan sebagai gaya hidup (life style). Ditunjukkan dengan gaya hidup yang berorientasi kepada materi, hedonisme, sekulerisme, dengan menghancurkan sendi-sendi nilai moral dan sosial yang ada di keluarga maupun masyarakat Indonesia.
Song diartikan sebagai lagu termasuk musik dan beragam hiburan lainnya yang melalaikan pemuda kita dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan syair yang mengundang birahi dan mengajarkan kemaksiatan, serta didukung oleh aksi panggung para artis yang semakin meruntuhkan bangunan moral generasi muda Islam.
Sport diartikan sebagai olah raga, yang banyak menghilangkan sekat-sekat berinteraksinya lawan jenis dan menjadi sarana bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Apalagi bila pakaian olahraga yang dikenakan jauh dari menutup aurat sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
Ketiga bentuk perang pemikiran tersebut, terbukti mumpuni dalam menghasilkan generasi muda maupun generasi tua umat Islam yang ringkih pondasi imannya, mudah tergoyah dan hancur. Media cetak dan elektronik menjadi saksi hancurnya bangunan-bangunan moral masyarakat Indonesia. Kita, _melalui media-media tersebut_ tanpa malu-malu lagi membongkar aib masyarakat Indonesia sehingga menjadi konsumsi harian yang menyenangkan..bukankah ini salah satu contoh kecil dari hasil GF yang telah dikobarkan oleh musuh-musuh Islam berpuluh-puluh tahun lamanya..
Solusi yang ditawarkan...
Buka kembali catatan hidup kita, apa yang menjadi tujuan akhir kita? Akhirat bukan?
Dunia adalah sarana atau washilah yang mengantarkan kita kepada kehidupan abadi...ada dua pilihan, kenikmatan abadi atau kesengsaraan selamanya..
Tepuk dada tanya iman...
Jumat, 05 November 2010
Orang miskin dilarang pacaran
oleh abu tabina
Tulisan ini dilatarbelakangi dengan banyaknya ditemui perilaku menyimpang dari adik-adik remaja kita maupun teman-teman sesama pemuda yang hanyut dengan perilaku negatif pacaran pra nikah. Mudah mudahan bermanfaat..
“ dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. “
-Qs. Al Isro’: 32-
Sebagian besar masyarakat kita beranggapan bahwa perilaku pacaran merupakan sesuatu yang lumrah terjadi di zaman modern ini. Justru yang aneh adalah ketika seorang remaja putra atau remaja putri belum mempunyai pacar. Sehingga masyarakat dengan mudahnya men judge atau ‘menghukum’ mereka sebagai seorang atau remaja yang tidak laku. Pandangan ini lah yang justru menyesatkan alur pikir dan menjadi salah satu dasar seorang remaja atau pemuda yang resah apabila ia tidak memiliki pacar dan berusaha dengan gigih untuk mendapatkan pacar tersebut, agar status jomblo tidak lagi disandang. Dan secara otomatis merubah status sosial mereka.
Ironis sungguh, karena pada prinsipnya sesuatu yang dianut atau didukung oleh orang kebanyakan tidaklah secara otomatis itu menjadi sebuah kebenaran mutlak. Ada dua barometer yang menjadi patokan ketika kita ingin melihat apakah yang dianggap oleh orang kebanyakan itu adalah sebuah kebenaran, yaitu kembali ke ajaran Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam melalui dua peninggalan beliau berupa Al quran dan As Sunnah (hadits). Kesesatan pikiran terjadi ketika kita menganggap bahwa apa yang diperbuat, yang dipikirkan, dan yang dikatakan orang kebanyakan menjadi sebuah kebenaran tanpa terlebih dahulu mencari pembenaran di dua pusaka umat islam tersebut.
Lalu apa hubungannya dengan orang miskin dilarang pacaran?
Surat al isro ayat 32 di atas sesungguhnya menjadi sesuatu yang patut kita renungi bersama. Sesungguhnya kita dilarang untuk mendekati zina. Atau dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa jangankan berzina untuk mendekati saja sudah dilarang. Pacaran didefinisikan oleh para pemuda kita sebagai bagian dari sarana penghalalan untuk melakukan ’jamah-menjamah’. Apakah itu menjamah tangan, membelai rambut atau bahkan perilaku yang lebih dari itu.
Apalagi media televisi dan artis-artis lokal kita maupun artis internasional secara gamblang mencontohkan bagaimana bentuk pacaran yang ’baik’ itu (berpegangan tangan, berpelukan, mencium, dan lain sebagainya). Meskipun terkadang di balut dengan tema-tema berbau Islam yang justru jauh dari nilai-nilai kebaikan yang ada di agama mulia ini. Suatu kemaksiatan meskipun dimulai dengan lafaz basmalah, tetap akan menjadi perbuatan maksiat bukan?
Islam melarang sepasang anak manusia yang belum berstatus menikah untuk berdua-duaan tanpa disertai oleh saudara atau mahrom dari wanita. Bahkan sekedar untuk berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom saja sebagian besar ulama melarangnya dan ada sebagian membolehkannya tetapi dengan satu syarat, yaitu tidak ada syahwat ketika tangan ini bersentuhan dengan lawan jenis kita. Apakah kita yakin ketika kita berjabat tangan dengan seorang wanita muda, cantik, dan dengan pakaian yang menggoda tidak ada gejolak syahwat pada diri kita?..lebih baik menghindar bukan? ..(wala taq rabuzzina)...
Al quran mengajarkan kepada kita untuk menundukkan pandangan ketika berhadapan dengan kaum hawa ini, karena sesunggunhnya pada akhir zaman ada tiga fitnah yang dapat menjerumuskan kita ke nerakanya Allah yaitu fitnah harta, tahta dan wanita. Kalau fitnah harta dan tahta barangkali bisa kita hindari, tetapi fitnah wanita? Ditengah kondisi zaman yang banyak menyebarkan wanita-wanita dengan pakaian semi telanjang dan bujuk rayu mereka yang kita dengar setiap hari melalui lagu dan gerakan-gerakan mereka?..sungguh perkara yang sangat berat bagi kaum adam.
Sudah saatnya memulai untuk membentengi remaja dan pemuda kita dengan benteng akidah yang kokoh, luruskan kembali pemahaman dan pemikiran mereka tentang arti pacaran yang sebenarnya. Sehingga mereka tidak tersesat lebih jauh lagi. Berikan bekal agama yang cukup. Arahkan mereka untuk beraktivitas yang dapat menambah ilmu tentang agama islam yang sekarang sudah marak di sekolah-sekolah umum maupun madrasah.
Jadikan agama Islam bukan hanya sekadar syariat sebatas sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya, tetapai tancapkan dan kokohkan ia sebagai ideologi kita, sehingga apapun yang kita lakukan harus bersumber dari sana. Kuncinya banyak-banyaklah membaca dan bertanya pada ulama atau yang secara keilmuan lebih tinggi dari kita. Sesungguhnya orang miskin dilarang pacaran.
Ya... orang yang minus keimanan atau miskin iman sangat-sangat dilarang untuk melakukan perbuatan pacaran. Karena sudah tentu ia akan bertindak diluar batas agama. Loh berarti orang kaya boleh pacaran?
Justru disitu kata kuncinya. Orang yang memiliki kekayaan iman tidak akan melakukan tindakan bodoh berupa perbuatan pacaran, karena sesungguhnya dia pasti mengetahui bahwa perbuatan pacaran pranikah atau sebelum menikah itu merupakan sesuatu yang dilarang oleh agamanya. So...orang miskin dilarang pacaran sobat... :)
>>>>
Tulisan ini dilatarbelakangi dengan banyaknya ditemui perilaku menyimpang dari adik-adik remaja kita maupun teman-teman sesama pemuda yang hanyut dengan perilaku negatif pacaran pra nikah. Mudah mudahan bermanfaat..
“ dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. “
-Qs. Al Isro’: 32-
Sebagian besar masyarakat kita beranggapan bahwa perilaku pacaran merupakan sesuatu yang lumrah terjadi di zaman modern ini. Justru yang aneh adalah ketika seorang remaja putra atau remaja putri belum mempunyai pacar. Sehingga masyarakat dengan mudahnya men judge atau ‘menghukum’ mereka sebagai seorang atau remaja yang tidak laku. Pandangan ini lah yang justru menyesatkan alur pikir dan menjadi salah satu dasar seorang remaja atau pemuda yang resah apabila ia tidak memiliki pacar dan berusaha dengan gigih untuk mendapatkan pacar tersebut, agar status jomblo tidak lagi disandang. Dan secara otomatis merubah status sosial mereka.
Ironis sungguh, karena pada prinsipnya sesuatu yang dianut atau didukung oleh orang kebanyakan tidaklah secara otomatis itu menjadi sebuah kebenaran mutlak. Ada dua barometer yang menjadi patokan ketika kita ingin melihat apakah yang dianggap oleh orang kebanyakan itu adalah sebuah kebenaran, yaitu kembali ke ajaran Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam melalui dua peninggalan beliau berupa Al quran dan As Sunnah (hadits). Kesesatan pikiran terjadi ketika kita menganggap bahwa apa yang diperbuat, yang dipikirkan, dan yang dikatakan orang kebanyakan menjadi sebuah kebenaran tanpa terlebih dahulu mencari pembenaran di dua pusaka umat islam tersebut.
Lalu apa hubungannya dengan orang miskin dilarang pacaran?
Surat al isro ayat 32 di atas sesungguhnya menjadi sesuatu yang patut kita renungi bersama. Sesungguhnya kita dilarang untuk mendekati zina. Atau dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa jangankan berzina untuk mendekati saja sudah dilarang. Pacaran didefinisikan oleh para pemuda kita sebagai bagian dari sarana penghalalan untuk melakukan ’jamah-menjamah’. Apakah itu menjamah tangan, membelai rambut atau bahkan perilaku yang lebih dari itu.
Apalagi media televisi dan artis-artis lokal kita maupun artis internasional secara gamblang mencontohkan bagaimana bentuk pacaran yang ’baik’ itu (berpegangan tangan, berpelukan, mencium, dan lain sebagainya). Meskipun terkadang di balut dengan tema-tema berbau Islam yang justru jauh dari nilai-nilai kebaikan yang ada di agama mulia ini. Suatu kemaksiatan meskipun dimulai dengan lafaz basmalah, tetap akan menjadi perbuatan maksiat bukan?
Islam melarang sepasang anak manusia yang belum berstatus menikah untuk berdua-duaan tanpa disertai oleh saudara atau mahrom dari wanita. Bahkan sekedar untuk berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom saja sebagian besar ulama melarangnya dan ada sebagian membolehkannya tetapi dengan satu syarat, yaitu tidak ada syahwat ketika tangan ini bersentuhan dengan lawan jenis kita. Apakah kita yakin ketika kita berjabat tangan dengan seorang wanita muda, cantik, dan dengan pakaian yang menggoda tidak ada gejolak syahwat pada diri kita?..lebih baik menghindar bukan? ..(wala taq rabuzzina)...
Al quran mengajarkan kepada kita untuk menundukkan pandangan ketika berhadapan dengan kaum hawa ini, karena sesunggunhnya pada akhir zaman ada tiga fitnah yang dapat menjerumuskan kita ke nerakanya Allah yaitu fitnah harta, tahta dan wanita. Kalau fitnah harta dan tahta barangkali bisa kita hindari, tetapi fitnah wanita? Ditengah kondisi zaman yang banyak menyebarkan wanita-wanita dengan pakaian semi telanjang dan bujuk rayu mereka yang kita dengar setiap hari melalui lagu dan gerakan-gerakan mereka?..sungguh perkara yang sangat berat bagi kaum adam.
Sudah saatnya memulai untuk membentengi remaja dan pemuda kita dengan benteng akidah yang kokoh, luruskan kembali pemahaman dan pemikiran mereka tentang arti pacaran yang sebenarnya. Sehingga mereka tidak tersesat lebih jauh lagi. Berikan bekal agama yang cukup. Arahkan mereka untuk beraktivitas yang dapat menambah ilmu tentang agama islam yang sekarang sudah marak di sekolah-sekolah umum maupun madrasah.
Jadikan agama Islam bukan hanya sekadar syariat sebatas sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya, tetapai tancapkan dan kokohkan ia sebagai ideologi kita, sehingga apapun yang kita lakukan harus bersumber dari sana. Kuncinya banyak-banyaklah membaca dan bertanya pada ulama atau yang secara keilmuan lebih tinggi dari kita. Sesungguhnya orang miskin dilarang pacaran.
Ya... orang yang minus keimanan atau miskin iman sangat-sangat dilarang untuk melakukan perbuatan pacaran. Karena sudah tentu ia akan bertindak diluar batas agama. Loh berarti orang kaya boleh pacaran?
Justru disitu kata kuncinya. Orang yang memiliki kekayaan iman tidak akan melakukan tindakan bodoh berupa perbuatan pacaran, karena sesungguhnya dia pasti mengetahui bahwa perbuatan pacaran pranikah atau sebelum menikah itu merupakan sesuatu yang dilarang oleh agamanya. So...orang miskin dilarang pacaran sobat... :)
>>>>
Rabu, 03 November 2010
Kebijakan Konversi Minyak Tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) Sebagai Upaya Peningkatan Daya Beli Masyarakat Indonesia
oleh abu tabina
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan salah satu masyarakat dunia yang memiliki ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat tinggi. Baik itu untuk keperluan rumah tangga, transportasi maupun industri. Sehingga wajar bila negara berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya yang bersifat primer ini dengan memberikan subsidi terhadap pembelian BBM.
Tahun 2007 hingga 2010 merupakan tahun dimana pemerintah gencar-gencarnya melakukan sosialisasi penggunanan gas Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) bagi konsumsi rumah tangga dan industri kecil sekaligus membagikan kompor gas beserta tabung gas elpiji yang berisi 3 kg secara gratis kepada masyarakat. Peraturan presiden republik Indonesia Nomor 104 tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tabung 3 (tiga) kilogram dan Peraturan Menteri ESDM No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg, menjadi dasar hukum kebijakan tersebut.
Media massa baik cetak maupun elektronik banyak mengulas tentang konversi energi ini bahkan hingga sekarang iklan-iklan penggunaan kompor gas yang aman marak ditemui di media televisi lokal. Untuk mengurangi dampak sosial atas diberlakukannya program ini, pendistribusian elpiji dilakukan oleh eks Agen dan Pangkalan Minyak Tanah yang diubah menjadi Agen dan Pangkalan Elpiji 3 Kg.
Program ini ditugaskan kepada Pertamina, berkoordinasi dengan Departemen terkait. Idealnya, selisih antara pembelian minyak tanah dan elpiji bagi masyarakat dapat dimafaatkan untuk keperluan lain dalam rangka meningkatkan daya beli, sementara bagi pemerintah selisih tersebut digunakan untuk pembiayaan lainnya yang lebih bermanfaat.
Adanya kebijakan konversi tersebut salah satunya dipicu oleh beberapa rentetan kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah baik di kota besar maupun di pedesaan. Harga minyak tanah menjadi melambung karena berbagai hal seperti masalah distribusi, penimbunan, panik dan sebab-sebab lainnya. Kebijakan pemerintah tentang konversi minyak tanah ke elpiji merupakan sebuah kebijakan yang cukup tepat.
Hal itu karena cadangan gas di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan minyak bumi, meski sebagian besar sudah dikonsesikan pada pihak asing. PT. PERTAMINA mencatat cadangan minyak tanah dalam minyak bumi Indonesia sangat sedikit dan bila diolah lebih lanjut dapat menjadi avtur yang bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan minyak tanah secara langsung.
Permasalahan
Terjadi permasalahan ketika kebijakan ini diterapkan dimasyarakat, yaitu adanya kecelakaan-kecelakaan disebabkan meledaknya tabung gas baik itu yang ukuran 3 kg, 12 kg, dan 50 kg. Tidak lain disebabkan kecerobohan pengguna maupun akibat kebocoran tabung gas. Permasalahan lebih serius terjadi, LPG sama dengan bahan bakar lainnya seperti premium, solar, batubara dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dalam waktu singkat, berarti suatu saat akan ada kelangkaan disebabkan berkurangnya sumber gas dunia.
Dengan adanya konversi minyak tanah ke penggunaan elpiji, ternyata hal ini bukan solusi bijak dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap energi alam yang sulit untuk diperbaharui . Kemungkinan besar pemerintah suatu saat akan mencari lagi pengganti LPG ketika harga gas bumi ini naik melebihi harga minyak tanah. Apalagi kebijakan konversi ini berlangsung singkat, banyak masyarakat terutama masyarakat miskin yang tidak terbiasa menggunakan bahan bakar gas dipaksa untuk menggunakannya. Terutama bagi mereka yang bermukim di wilayah pedesaan dan masyarakat perkotaan berusia lanjut.
PEMBAHASAN
Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan dana lebih dari Rp 50 Trilyun untuk mensubsidi BBM: minyak tanah, premium dan solar. Dari ketiga jenis bahan bakar ini, minyak tanah adalah jenis bahan bakar yang mendapat subsidi terbesar, lebih dari 50% anggaran subsidi BBM digunakan untuk subsidi minyak tanah. Dari tahun ke tahun anggaran ini semakin tinggi, karena trend harga minyak dunia yang cenderung meningkat.
Secara teori, pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan pemakaian 0.57 kg elpiji. Dengan menghitung berdasarkan harga keekonomian minyak tanah dan elpiji, subsidi yang diberikan untuk pemakaian 0.57 kg elpiji akan lebih kecil daripada subsidi untuk 1 liter minyak tanah. Secara nasional, jika program konversi minyak tanah ke elpiji berhasil, maka pemerintah akan dapat menghemat 15-20 Trilyun subsidi BBM per tahun. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari konversi minyak tanah ke elpiji adalah:
1. Mengurangi kerawanan penyalahgunaan minyak tanah (minyak tanah oplosan)
2. Mengurangi polusi udara di rumah/dapur
3. Menghemat waktu memasak dan perawatan alat memasak
4. Dapat mengalokasikan minyak tanah untuk bahan bakar yang lebih komersil (misalnya bahan bakar pesawat/avtur)
5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Pada tahun 2008, Wakil Presiden (Wapres) RI pada saat itu Yusuf Kalla (www.kemenkokesra.com) mengatakan program konversi minyak tanah ke gas elpiji ini akan menguntungkan semua pihak. Pemerintah akan ada penghematan subsidi BBM sebesar Rp 22 triliun rupiah per tahun, sedangkan konsumen atau rakyat akan ada penghematan sebesar Rp 20 s/d Rp 25 ribu per bulan per Kepala Keluarga. Hal itu didapatkan dari hitungan jika menggunakan minyak tanah satu liter setara dengan 0,4 kg elpiji.
Wapres mengeluarkan hitungan jika penggunaan minyak tanah sebanyak 20 liter minyak tanah per bulan per KK maka akan setara dengan 2,5 tabung. Dengan asumsi harga minyak tanah 7 sampai 8 ribu rupiah perliter sedangkan gas 15 ribu rupiah per tabung 3 kg. Namun, yang sangat tidak tepat adalah kurun waktu program konversi minyak tersebut terlalu pendek, hanya 4 tahun dan membiarkan orang miskin hidup tanpa subsidi. Apalagi pembelian gas elpiji tidak sama dengan membeli minyak tanah yang bisa dibeli perliter atau dicicil.
Sedangkan pembelian elpiji harus minimal 3 kg dan tidak bisa dicicil. Akibatnya masyarakat miskin yang tidak punya uang untuk membeli bahan bakar gas akan bertambah sulit kehidupannya. Pengalaman di banyak negara, konversi energi memerlukan waktu yang sangat lama. Misalnya, di Amerika Serikat memerlukan waktu hampir 70 tahun sejak tahun 1850–1920. Sedangkan konversi energi di Brasil memerlukan waktu selama 44 tahun dari tahun 1960–2004 (UN Millenium Project, 2006).
Sehingga melihat begitu lamanya pengalaman negara lain tersebut, maka sudah sangat pasti kebijakan konversi energi yang dilakukan relatif instan di negeri ini akan kacau sebagaimana yang telah terjadi akhir-akhir ini. Hal itu karena minyak tanah bersubsidi akan segera ditarik dari wilayah terkonversi, padahal jaringan distribusi perdagangan elpiji pengganti belum tersedia maksimal. Sehingga wajar jika penolakan terhadap program konversi kemudian mencuat di banyak tempat. Belum lagi kecelakaan yang kerap terjadi akibat penggunaan kompor gas elpiji yang tidak tepat semakin menambah ketakutan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut.
Sebuah persoalan klasik berulang, bukan hanya kali ini saja rakyat kecil dikecewakan, tetapi hampir tiap program yang ditujukan bagi mereka seperti jaring pengaman sosial (JPS), bantuan langsung tunai (BLT), dan Askeskin selalu berakhir kelabu tidak jarang semakin menimbulkan permasalahan baru di negeri ini. Tidak mulusnya program konversi, lebih karena transisi energi yang melibatkan banyak faktor ternyata oleh pemerintah dianggap mudah sekadar proses konversi bahan bakar yang dianggapnya dapat tuntas hanya dengan membagi-bagikan kompor serta tabung gas gratis kepada penduduk miskin.
Harusnya masyarakat miskin bisa meniti ke tangga energi yang lebih modern secara bertahap dan permanen. Program konversi energi harus simultan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Meski orang miskin mau membayar energi yang mereka konsumsi, kemampuan mereka amat terbatas, bersaing dengan kebutuhan primer lainnya yang tidak kalah penting.
Sehingga harusnya subsidi atau jaring pengaman sosial tidak bisa serta-merta dihilangkan ketika mendorong transisi energi. Keberhasilan konversi ke gas elpiji di Brasil yang mencapai 98 persen pada 2004, salah satunya karena jaringan distribusi gas merata di seluruh pelosok negeri dengan harga subsidi yang sama di tiap wilayah. Tetapi di Indonesia berbeda, media televisi lokal (Metro tv program ”Suara Anda”) pernah memberitakan harga gas elpiji 3 kg bersubsidi berbeda-beda disetiap daerah ada yang Rp. 15 ribu/tabung dan juga ada yang lebih dari itu.
Penataan kebijakan energi akan sukses manakala mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang dihadapi kaum miskin. Realita menunjukan Indonesia masih kekurangan pasokan gas untuk menggerakan urbin pembangkit listrik PLN sehingga harus mengimpor dari negara lain. Adanya kebijakan ini dikawatirkan terjadi kelangkaan elpiji seperti kelangkaan minyak tanah sebelumnya.
Di tengah ketidakjelasan jaminan pasokan gas tersebut, pemerintah nekat menggulirkan kebijakannya. Belum lagi soal kesiapan infrastruktur yang mendukung kebijakan konversi tersebut. Tata niaga dan infrastruktur stasiun pengisian gas elpiji yang dimiliki Pertamina, baru menjangkau kota-kota besar dan wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Jalur distribusi gas elpiji Pertamina ini masih terbatas.
Pemerintah perlu menghitung biaya pembangunan infrastruktur untuk daerah yang belum memiliki jaringan pengisisn gas tersebut. Untuk itu, pemerintah harus lebih matang dan cermat lagi berhitung, baik hitungan soal harga, distribusi, pasokan elpiji, daya beli masyarakat serta ongkos sosialnya. Jangan sampai masyarakat terus-menerus dijadikan objek kebijakan yang tidak tertata baik.
Secara garis besar sebab-sebab terjadinya kelangkaan minyak tanah dan elpiji yang kerap terjadi dimasyarakat adalah sebagai berikut:
1. Harga minyak bumi dunia naik jauh hingga mencapai 150% yakni mencapai lebih dari US $ 120 per barrel, hal ini dikarenakan semakin langkanya persediaan minyak bumi di dunia ini.
2. Karena harga minyak bumi mahal, maka harga minyak hasil pengolahan minyak bumipun juga meningkat drastis.
3. Pada mulanya minyak tanah disubsidi oleh permerintah untuk rakyat, tetapi oleh orang-orang kaya yang tidak bertanggung jawab, minyak tanah tersebut di export ke luar negeri, karena jauhnya beda harga bahan bakar minyak di dalam negeri dan di luar negeri, dimana harga bahan bakar minyak di dalam negara Indonesia jauh lebih murah dari harga bahan bakar minyak di luar negara Indonesia.
4. Karena hal tersebutlah, maka pemerintah menarik minyak tanah bersubsidi tersebut.
5. Dengan ditariknya minyak tanah bersubsidi, maka pemerintah menyediakan energi penggantinya, yakni elpiji.
6. Indonesia adalah negara pemilik cadangan Gas Alam nomor 1 di dunia.
7. Sejauh ini, penjualan Gas Alam hanyalah ke Jepang dan itupun dalam angka yang relatif kecil.
8. Kebijakan pemerintah mengganti untuk bahan bakar minyak tanah menjadi gas, pemerintah menyediakan kompor gas dan tabung gas serta persediaan gas awal untuk dibagikan kepada masyarakat.
9. Dengan meningkatnya kebutuhan gas (karena beralihnya penggunaan minyak tanah menjadi pengguna elpiji), pemerintah tidak meningkatkan kemampuan produksi dan distribusi dari kilang Gas Alam milik pemerintah.
10. Karena kapasitas produksi kilang Gas Alam pemerintah tidak di tambah, padahal kebutuhan gas dalam hal ini elpiji meningkat dengan sangat pesat, akibatnya kilang Gas Alam menjadi tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan akan elpiji dari masyarakat.
11. Karena kilang tidak mampu memproduksi elpiji sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka kemudian terjadilah kelangkaan elpiji di masyarakat.
Dari sebab-sebab tersebut diatas muncul persolan lama terulang kembali, kelangkaan gas menyebabkan penjual elpiji menaikan harga tanpa sepengetahuan pemerintah. Hal ini berakibat kerugian dipihak masyarakat, disamping kesulitan mendapatkan bahan bakar elpiji, masyarakat juga harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli elpiji.
Kesimpulan
Pemerintah kurang siap dalam program pengalihan minyak tanah menjadi penggunaan elpiji, dimana pemerintah seharusnya terlebih dahulu meningkatkan kapasitas produksi dari Kilang Gas Alam milik pemerintah, sehingga kelangkaan elpiji tidak akan terjadi. Meskipun secara hitung-hitungan terjadi penghematan bagi masyarakat sehingga menyebabkan daya beli masyarakat semakin meningkat, tetapi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah mencari energi alternatif massal yang mudah diperbaharui dan tidak bergantung kepada energi fosil yang sulit diperbaharui dan harganya yang relatif.
Saran
1. Pemerintah secepatnya meningkatkan kapasitas produksi dari kilang-kilang Gas Alam milik pemerintah untuk mengatasi kelangkaan akan elpiji.
2. Pemerintah perlu melakukan negosiasi kepada Jepang untuk sementara mengurangi permintaan akan elpiji demi memenuhi kebutuhan elpiji di dalam negeri sampai pemerintah selesai membangun kilang-kilang Gas Alam baru yang kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan akan export dan permintaan di dalam negeri.
3. Pemerintah perlu memperpanjang subsidi minyak tanah, jangan terburu-buru ditarik sehingga tidak menyulitkan masyarakat miskin.
Daftar Pustaka
Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
http://www.pertamina.com/konversi/faq.php?id=15).
www.menkokesra.go.id.
http://www.seputar-indonesia.com .
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan salah satu masyarakat dunia yang memiliki ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat tinggi. Baik itu untuk keperluan rumah tangga, transportasi maupun industri. Sehingga wajar bila negara berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya yang bersifat primer ini dengan memberikan subsidi terhadap pembelian BBM.
Tahun 2007 hingga 2010 merupakan tahun dimana pemerintah gencar-gencarnya melakukan sosialisasi penggunanan gas Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) bagi konsumsi rumah tangga dan industri kecil sekaligus membagikan kompor gas beserta tabung gas elpiji yang berisi 3 kg secara gratis kepada masyarakat. Peraturan presiden republik Indonesia Nomor 104 tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tabung 3 (tiga) kilogram dan Peraturan Menteri ESDM No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg, menjadi dasar hukum kebijakan tersebut.
Media massa baik cetak maupun elektronik banyak mengulas tentang konversi energi ini bahkan hingga sekarang iklan-iklan penggunaan kompor gas yang aman marak ditemui di media televisi lokal. Untuk mengurangi dampak sosial atas diberlakukannya program ini, pendistribusian elpiji dilakukan oleh eks Agen dan Pangkalan Minyak Tanah yang diubah menjadi Agen dan Pangkalan Elpiji 3 Kg.
Program ini ditugaskan kepada Pertamina, berkoordinasi dengan Departemen terkait. Idealnya, selisih antara pembelian minyak tanah dan elpiji bagi masyarakat dapat dimafaatkan untuk keperluan lain dalam rangka meningkatkan daya beli, sementara bagi pemerintah selisih tersebut digunakan untuk pembiayaan lainnya yang lebih bermanfaat.
Adanya kebijakan konversi tersebut salah satunya dipicu oleh beberapa rentetan kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah baik di kota besar maupun di pedesaan. Harga minyak tanah menjadi melambung karena berbagai hal seperti masalah distribusi, penimbunan, panik dan sebab-sebab lainnya. Kebijakan pemerintah tentang konversi minyak tanah ke elpiji merupakan sebuah kebijakan yang cukup tepat.
Hal itu karena cadangan gas di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan minyak bumi, meski sebagian besar sudah dikonsesikan pada pihak asing. PT. PERTAMINA mencatat cadangan minyak tanah dalam minyak bumi Indonesia sangat sedikit dan bila diolah lebih lanjut dapat menjadi avtur yang bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan minyak tanah secara langsung.
Permasalahan
Terjadi permasalahan ketika kebijakan ini diterapkan dimasyarakat, yaitu adanya kecelakaan-kecelakaan disebabkan meledaknya tabung gas baik itu yang ukuran 3 kg, 12 kg, dan 50 kg. Tidak lain disebabkan kecerobohan pengguna maupun akibat kebocoran tabung gas. Permasalahan lebih serius terjadi, LPG sama dengan bahan bakar lainnya seperti premium, solar, batubara dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dalam waktu singkat, berarti suatu saat akan ada kelangkaan disebabkan berkurangnya sumber gas dunia.
Dengan adanya konversi minyak tanah ke penggunaan elpiji, ternyata hal ini bukan solusi bijak dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap energi alam yang sulit untuk diperbaharui . Kemungkinan besar pemerintah suatu saat akan mencari lagi pengganti LPG ketika harga gas bumi ini naik melebihi harga minyak tanah. Apalagi kebijakan konversi ini berlangsung singkat, banyak masyarakat terutama masyarakat miskin yang tidak terbiasa menggunakan bahan bakar gas dipaksa untuk menggunakannya. Terutama bagi mereka yang bermukim di wilayah pedesaan dan masyarakat perkotaan berusia lanjut.
PEMBAHASAN
Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan dana lebih dari Rp 50 Trilyun untuk mensubsidi BBM: minyak tanah, premium dan solar. Dari ketiga jenis bahan bakar ini, minyak tanah adalah jenis bahan bakar yang mendapat subsidi terbesar, lebih dari 50% anggaran subsidi BBM digunakan untuk subsidi minyak tanah. Dari tahun ke tahun anggaran ini semakin tinggi, karena trend harga minyak dunia yang cenderung meningkat.
Secara teori, pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan pemakaian 0.57 kg elpiji. Dengan menghitung berdasarkan harga keekonomian minyak tanah dan elpiji, subsidi yang diberikan untuk pemakaian 0.57 kg elpiji akan lebih kecil daripada subsidi untuk 1 liter minyak tanah. Secara nasional, jika program konversi minyak tanah ke elpiji berhasil, maka pemerintah akan dapat menghemat 15-20 Trilyun subsidi BBM per tahun. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari konversi minyak tanah ke elpiji adalah:
1. Mengurangi kerawanan penyalahgunaan minyak tanah (minyak tanah oplosan)
2. Mengurangi polusi udara di rumah/dapur
3. Menghemat waktu memasak dan perawatan alat memasak
4. Dapat mengalokasikan minyak tanah untuk bahan bakar yang lebih komersil (misalnya bahan bakar pesawat/avtur)
5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Pada tahun 2008, Wakil Presiden (Wapres) RI pada saat itu Yusuf Kalla (www.kemenkokesra.com) mengatakan program konversi minyak tanah ke gas elpiji ini akan menguntungkan semua pihak. Pemerintah akan ada penghematan subsidi BBM sebesar Rp 22 triliun rupiah per tahun, sedangkan konsumen atau rakyat akan ada penghematan sebesar Rp 20 s/d Rp 25 ribu per bulan per Kepala Keluarga. Hal itu didapatkan dari hitungan jika menggunakan minyak tanah satu liter setara dengan 0,4 kg elpiji.
Wapres mengeluarkan hitungan jika penggunaan minyak tanah sebanyak 20 liter minyak tanah per bulan per KK maka akan setara dengan 2,5 tabung. Dengan asumsi harga minyak tanah 7 sampai 8 ribu rupiah perliter sedangkan gas 15 ribu rupiah per tabung 3 kg. Namun, yang sangat tidak tepat adalah kurun waktu program konversi minyak tersebut terlalu pendek, hanya 4 tahun dan membiarkan orang miskin hidup tanpa subsidi. Apalagi pembelian gas elpiji tidak sama dengan membeli minyak tanah yang bisa dibeli perliter atau dicicil.
Sedangkan pembelian elpiji harus minimal 3 kg dan tidak bisa dicicil. Akibatnya masyarakat miskin yang tidak punya uang untuk membeli bahan bakar gas akan bertambah sulit kehidupannya. Pengalaman di banyak negara, konversi energi memerlukan waktu yang sangat lama. Misalnya, di Amerika Serikat memerlukan waktu hampir 70 tahun sejak tahun 1850–1920. Sedangkan konversi energi di Brasil memerlukan waktu selama 44 tahun dari tahun 1960–2004 (UN Millenium Project, 2006).
Sehingga melihat begitu lamanya pengalaman negara lain tersebut, maka sudah sangat pasti kebijakan konversi energi yang dilakukan relatif instan di negeri ini akan kacau sebagaimana yang telah terjadi akhir-akhir ini. Hal itu karena minyak tanah bersubsidi akan segera ditarik dari wilayah terkonversi, padahal jaringan distribusi perdagangan elpiji pengganti belum tersedia maksimal. Sehingga wajar jika penolakan terhadap program konversi kemudian mencuat di banyak tempat. Belum lagi kecelakaan yang kerap terjadi akibat penggunaan kompor gas elpiji yang tidak tepat semakin menambah ketakutan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut.
Sebuah persoalan klasik berulang, bukan hanya kali ini saja rakyat kecil dikecewakan, tetapi hampir tiap program yang ditujukan bagi mereka seperti jaring pengaman sosial (JPS), bantuan langsung tunai (BLT), dan Askeskin selalu berakhir kelabu tidak jarang semakin menimbulkan permasalahan baru di negeri ini. Tidak mulusnya program konversi, lebih karena transisi energi yang melibatkan banyak faktor ternyata oleh pemerintah dianggap mudah sekadar proses konversi bahan bakar yang dianggapnya dapat tuntas hanya dengan membagi-bagikan kompor serta tabung gas gratis kepada penduduk miskin.
Harusnya masyarakat miskin bisa meniti ke tangga energi yang lebih modern secara bertahap dan permanen. Program konversi energi harus simultan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Meski orang miskin mau membayar energi yang mereka konsumsi, kemampuan mereka amat terbatas, bersaing dengan kebutuhan primer lainnya yang tidak kalah penting.
Sehingga harusnya subsidi atau jaring pengaman sosial tidak bisa serta-merta dihilangkan ketika mendorong transisi energi. Keberhasilan konversi ke gas elpiji di Brasil yang mencapai 98 persen pada 2004, salah satunya karena jaringan distribusi gas merata di seluruh pelosok negeri dengan harga subsidi yang sama di tiap wilayah. Tetapi di Indonesia berbeda, media televisi lokal (Metro tv program ”Suara Anda”) pernah memberitakan harga gas elpiji 3 kg bersubsidi berbeda-beda disetiap daerah ada yang Rp. 15 ribu/tabung dan juga ada yang lebih dari itu.
Penataan kebijakan energi akan sukses manakala mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang dihadapi kaum miskin. Realita menunjukan Indonesia masih kekurangan pasokan gas untuk menggerakan urbin pembangkit listrik PLN sehingga harus mengimpor dari negara lain. Adanya kebijakan ini dikawatirkan terjadi kelangkaan elpiji seperti kelangkaan minyak tanah sebelumnya.
Di tengah ketidakjelasan jaminan pasokan gas tersebut, pemerintah nekat menggulirkan kebijakannya. Belum lagi soal kesiapan infrastruktur yang mendukung kebijakan konversi tersebut. Tata niaga dan infrastruktur stasiun pengisian gas elpiji yang dimiliki Pertamina, baru menjangkau kota-kota besar dan wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Jalur distribusi gas elpiji Pertamina ini masih terbatas.
Pemerintah perlu menghitung biaya pembangunan infrastruktur untuk daerah yang belum memiliki jaringan pengisisn gas tersebut. Untuk itu, pemerintah harus lebih matang dan cermat lagi berhitung, baik hitungan soal harga, distribusi, pasokan elpiji, daya beli masyarakat serta ongkos sosialnya. Jangan sampai masyarakat terus-menerus dijadikan objek kebijakan yang tidak tertata baik.
Secara garis besar sebab-sebab terjadinya kelangkaan minyak tanah dan elpiji yang kerap terjadi dimasyarakat adalah sebagai berikut:
1. Harga minyak bumi dunia naik jauh hingga mencapai 150% yakni mencapai lebih dari US $ 120 per barrel, hal ini dikarenakan semakin langkanya persediaan minyak bumi di dunia ini.
2. Karena harga minyak bumi mahal, maka harga minyak hasil pengolahan minyak bumipun juga meningkat drastis.
3. Pada mulanya minyak tanah disubsidi oleh permerintah untuk rakyat, tetapi oleh orang-orang kaya yang tidak bertanggung jawab, minyak tanah tersebut di export ke luar negeri, karena jauhnya beda harga bahan bakar minyak di dalam negeri dan di luar negeri, dimana harga bahan bakar minyak di dalam negara Indonesia jauh lebih murah dari harga bahan bakar minyak di luar negara Indonesia.
4. Karena hal tersebutlah, maka pemerintah menarik minyak tanah bersubsidi tersebut.
5. Dengan ditariknya minyak tanah bersubsidi, maka pemerintah menyediakan energi penggantinya, yakni elpiji.
6. Indonesia adalah negara pemilik cadangan Gas Alam nomor 1 di dunia.
7. Sejauh ini, penjualan Gas Alam hanyalah ke Jepang dan itupun dalam angka yang relatif kecil.
8. Kebijakan pemerintah mengganti untuk bahan bakar minyak tanah menjadi gas, pemerintah menyediakan kompor gas dan tabung gas serta persediaan gas awal untuk dibagikan kepada masyarakat.
9. Dengan meningkatnya kebutuhan gas (karena beralihnya penggunaan minyak tanah menjadi pengguna elpiji), pemerintah tidak meningkatkan kemampuan produksi dan distribusi dari kilang Gas Alam milik pemerintah.
10. Karena kapasitas produksi kilang Gas Alam pemerintah tidak di tambah, padahal kebutuhan gas dalam hal ini elpiji meningkat dengan sangat pesat, akibatnya kilang Gas Alam menjadi tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan akan elpiji dari masyarakat.
11. Karena kilang tidak mampu memproduksi elpiji sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka kemudian terjadilah kelangkaan elpiji di masyarakat.
Dari sebab-sebab tersebut diatas muncul persolan lama terulang kembali, kelangkaan gas menyebabkan penjual elpiji menaikan harga tanpa sepengetahuan pemerintah. Hal ini berakibat kerugian dipihak masyarakat, disamping kesulitan mendapatkan bahan bakar elpiji, masyarakat juga harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli elpiji.
Kesimpulan
Pemerintah kurang siap dalam program pengalihan minyak tanah menjadi penggunaan elpiji, dimana pemerintah seharusnya terlebih dahulu meningkatkan kapasitas produksi dari Kilang Gas Alam milik pemerintah, sehingga kelangkaan elpiji tidak akan terjadi. Meskipun secara hitung-hitungan terjadi penghematan bagi masyarakat sehingga menyebabkan daya beli masyarakat semakin meningkat, tetapi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah mencari energi alternatif massal yang mudah diperbaharui dan tidak bergantung kepada energi fosil yang sulit diperbaharui dan harganya yang relatif.
Saran
1. Pemerintah secepatnya meningkatkan kapasitas produksi dari kilang-kilang Gas Alam milik pemerintah untuk mengatasi kelangkaan akan elpiji.
2. Pemerintah perlu melakukan negosiasi kepada Jepang untuk sementara mengurangi permintaan akan elpiji demi memenuhi kebutuhan elpiji di dalam negeri sampai pemerintah selesai membangun kilang-kilang Gas Alam baru yang kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan akan export dan permintaan di dalam negeri.
3. Pemerintah perlu memperpanjang subsidi minyak tanah, jangan terburu-buru ditarik sehingga tidak menyulitkan masyarakat miskin.
Daftar Pustaka
Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
http://www.pertamina.com/konversi/faq.php?id=15).
www.menkokesra.go.id.
http://www.seputar-indonesia.com .
Pengertian-pengertian di MAP
Berikut ini akan disampaikan sepuluh (10) pengertian dari Administrasi, Kebijakan, Manajemen dan Organisasi yang disampaikan oleh para ahli.
Pengertian Administrasi oleh 10 orang ahli:
1. Prajudi Atmosudirjo; Administrasi merupakan suatu fenomena social, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat modern. Eksistensi daripada administrasi ini berkaitan dengan organisasi, artinya administrasi itu terdapat di dalam suatu organisasi.
2. Luther Gulick; Administration has to do with getting things done, with the accomplishment of defined objectives.
3. The Liang Gie; Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu.
4. Sondang P. Siagian; Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Hadari Nawawi; Administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Herbert A Simon; Administrasi sebagai kegiatan-kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
7. Leonald D. White; Administrasi adalah suatu proses yang biasanya terdapat pada semua usaha kelompok, baik usaha pemerintah ataupun swasta, sipil atau militer baik dalam skala besar ataupun kecil.
8. BPA (Balai Pembinaan Administrasi); Administrasi merupakan segenap proses penyelenggaraan atau penataan tugas-tugas pokok sesuatu usaha kerjasama sekelompok orang dalam mencapai tujuan bersama.
9. FX.Soedjadi, (1989); Administrasi berasal dari bahasa Belanda, “Administratie” yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical works
10. Ulbert; Administrasi secara sempit didefinisikan sebagai penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis baik internal maupun eksternal dengan maksud menyediakan keterangan serta memudahkan untuk memperolehnya kembali baik sebahagian maupun menyeluruh.
Kesimpulan : Administrasi adalah serangkaian proses kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam penataan terhadap pekerjaan pokok untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan dalam sebuah organisasi.
Pengertian Kebijakan oleh 10 orang ahli:
1. Charles O. Jones; Kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seoarang actor (misalnya seoarang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintahan), atau sejumlah actor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
2. Richard Rose; Kebijakan dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan sendiri.
3. Carl Friedrich; Memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatanterhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.
4. James Anderson; Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh soarang actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.
5. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan; Public policy is a projected program of goals, values and practices”. Kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah.
6. Thomas R. Dye; Kebijakan publik sebagai pilihan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak.
7. David Easton; Kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan.
8. Robert Presthus (1975); Kebijakan adalah satu pilihan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, dengan maksud agar pilihan ini dapat menjelaskan, membenarkan, memedomani, atau mengerangkakan seperangkat tindakan baik yang nyata maupun tidak.
9. Charles lindblom; kebijakan adalah setiap hasil dari pembuatan keputusan.
10. Henz Eulau dan Kenneth Previt (1973); kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakannya.
Kesimpulan: Kebijakan adalah suatu pilihan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan dalam mencapai tujuan yang terarah.
Pengertian Manajemen oleh 10 orang ahli:
1. Sondang P. Siagian; Manajemen adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
2. F.X. Soedjadi; Manajemen merupakan proses kegiatan dari seorang pemimpin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan melalui kerjasama yang efisien dari orang-orang lain serta sesuai dengan sumber-sumber atau factor-faktor lain yang tersedia untuk itu.
3. P.I. Oey Liang Lee; Manajemen ialah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan human and natural resources.
4. M. Manulang; Manajemen ialah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengontrolan human and natural resources untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan lebih dulu.
5. James A.F. Stoner; Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Mary Parker Follet, Manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain
7. Ricky W. Griffin mendefinisikan Manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien
8. G.R. Terry; manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
9. Nickels, McHugh and McHugh ,(1997); Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya.
10. Ernie&Kurniawan, 2005; Manajemen adalah seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan.
Kesimpulan: Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan melalui rangkaian perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
Pengertian Organisasi oleh 10 orang ahli:
1. Slamet Saksono (1997); Organisasi adalah sekelompok manusia yang dipadukan dalam suatu kerja sama, yang sekaligus juga merupakan alat untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
2. Stephen P. Robbins (2003); Organisasi adalah unit social yang dengan sengaja dikelola, terdiri atas dua orang atau lebih yang berfungsi secara relative terus-menerus untuk mencapai satu sasaran atau serangkaian sasaran bersama.
3. Sondang P. Siagian; Organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.”
4. Malayu S.P Hasibuan; organisasi ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.
5. Pradjudi Armosudiro; organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu
6. James A.F. Stoner; Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama
7. James D. Mooney; Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama
8. Chester I. Bernard; Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
9. Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
10. Ernie&Kurniawan,(2005); Organisasi adalah sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut melalui kerjasama.
Kesimpulan: Organisasi adalah sekelompok orang terdiri dari dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam suatu wadah terstruktur untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siagian, Sondang. P. (1995). Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara.
Syafiie, Inu Kencana., Tandjung, Djamaludin. & Modeong, Supardan. (1999). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Saksono, Slamet. Administrasi Kepegawaian. 1997
Harold D. Laswell, Abraham Kaplan (1970). Power and Society. New Haven: Yale University Press.
Anderson, James E (1979). Public Policy Making. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Umar, Husein. (2004). Metode Riset Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nugroho, Riant (2008). Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
www.wikipedia.com
Pengertian Administrasi oleh 10 orang ahli:
1. Prajudi Atmosudirjo; Administrasi merupakan suatu fenomena social, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat modern. Eksistensi daripada administrasi ini berkaitan dengan organisasi, artinya administrasi itu terdapat di dalam suatu organisasi.
2. Luther Gulick; Administration has to do with getting things done, with the accomplishment of defined objectives.
3. The Liang Gie; Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu.
4. Sondang P. Siagian; Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Hadari Nawawi; Administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Herbert A Simon; Administrasi sebagai kegiatan-kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
7. Leonald D. White; Administrasi adalah suatu proses yang biasanya terdapat pada semua usaha kelompok, baik usaha pemerintah ataupun swasta, sipil atau militer baik dalam skala besar ataupun kecil.
8. BPA (Balai Pembinaan Administrasi); Administrasi merupakan segenap proses penyelenggaraan atau penataan tugas-tugas pokok sesuatu usaha kerjasama sekelompok orang dalam mencapai tujuan bersama.
9. FX.Soedjadi, (1989); Administrasi berasal dari bahasa Belanda, “Administratie” yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical works
10. Ulbert; Administrasi secara sempit didefinisikan sebagai penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis baik internal maupun eksternal dengan maksud menyediakan keterangan serta memudahkan untuk memperolehnya kembali baik sebahagian maupun menyeluruh.
Kesimpulan : Administrasi adalah serangkaian proses kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam penataan terhadap pekerjaan pokok untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan dalam sebuah organisasi.
Pengertian Kebijakan oleh 10 orang ahli:
1. Charles O. Jones; Kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seoarang actor (misalnya seoarang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintahan), atau sejumlah actor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
2. Richard Rose; Kebijakan dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan sendiri.
3. Carl Friedrich; Memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatanterhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.
4. James Anderson; Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh soarang actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.
5. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan; Public policy is a projected program of goals, values and practices”. Kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah.
6. Thomas R. Dye; Kebijakan publik sebagai pilihan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak.
7. David Easton; Kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan.
8. Robert Presthus (1975); Kebijakan adalah satu pilihan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, dengan maksud agar pilihan ini dapat menjelaskan, membenarkan, memedomani, atau mengerangkakan seperangkat tindakan baik yang nyata maupun tidak.
9. Charles lindblom; kebijakan adalah setiap hasil dari pembuatan keputusan.
10. Henz Eulau dan Kenneth Previt (1973); kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakannya.
Kesimpulan: Kebijakan adalah suatu pilihan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan dalam mencapai tujuan yang terarah.
Pengertian Manajemen oleh 10 orang ahli:
1. Sondang P. Siagian; Manajemen adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
2. F.X. Soedjadi; Manajemen merupakan proses kegiatan dari seorang pemimpin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan melalui kerjasama yang efisien dari orang-orang lain serta sesuai dengan sumber-sumber atau factor-faktor lain yang tersedia untuk itu.
3. P.I. Oey Liang Lee; Manajemen ialah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan human and natural resources.
4. M. Manulang; Manajemen ialah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengontrolan human and natural resources untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan lebih dulu.
5. James A.F. Stoner; Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Mary Parker Follet, Manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain
7. Ricky W. Griffin mendefinisikan Manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien
8. G.R. Terry; manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
9. Nickels, McHugh and McHugh ,(1997); Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya.
10. Ernie&Kurniawan, 2005; Manajemen adalah seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan.
Kesimpulan: Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan melalui rangkaian perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
Pengertian Organisasi oleh 10 orang ahli:
1. Slamet Saksono (1997); Organisasi adalah sekelompok manusia yang dipadukan dalam suatu kerja sama, yang sekaligus juga merupakan alat untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
2. Stephen P. Robbins (2003); Organisasi adalah unit social yang dengan sengaja dikelola, terdiri atas dua orang atau lebih yang berfungsi secara relative terus-menerus untuk mencapai satu sasaran atau serangkaian sasaran bersama.
3. Sondang P. Siagian; Organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.”
4. Malayu S.P Hasibuan; organisasi ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.
5. Pradjudi Armosudiro; organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu
6. James A.F. Stoner; Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama
7. James D. Mooney; Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama
8. Chester I. Bernard; Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
9. Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
10. Ernie&Kurniawan,(2005); Organisasi adalah sekumpulan orang atau kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut melalui kerjasama.
Kesimpulan: Organisasi adalah sekelompok orang terdiri dari dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam suatu wadah terstruktur untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siagian, Sondang. P. (1995). Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara.
Syafiie, Inu Kencana., Tandjung, Djamaludin. & Modeong, Supardan. (1999). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Saksono, Slamet. Administrasi Kepegawaian. 1997
Harold D. Laswell, Abraham Kaplan (1970). Power and Society. New Haven: Yale University Press.
Anderson, James E (1979). Public Policy Making. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Umar, Husein. (2004). Metode Riset Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nugroho, Riant (2008). Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
www.wikipedia.com
Minggu, 31 Oktober 2010
Implementasi Kebijakan Ujian Nasional (UN) di Indonesia
Implementasi Kebijakan Ujian Nasional (UN) di Indonesia
oleh abu tabina
(terinspirasi dari kuliah DR.Ardiyan S. di UNSRI)
Meskipun ujian nasional masih sangat lama, beberapa bulan ke depan. Tetapi tidak ada salahnya jika saya membahas masalah ini.
Latar Belakang
Pendidikan yang berkualitas memegang peran kunci dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. Sementara SDM diperlukan sebagai penggerak proses pembangunan suatu Negara, semakin berkualitas SDM yang dimiliki oleh suatu Negara maka semakin cepat proses pembangunannya menuju masyarakat madani. Undang-undang Dasar tahun 1945 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hak warga Negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai intitusi Negara.
Hak warga Negara tersebut dapat berupa mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas dan murah, sehingga masyarakat tidak terbebani dengan biaya pendidikan yang mahal. Dalam era otonomi daerah, terutama sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pemerintah pusat menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menjalankan proses pendidikan di daerahnya masing-masing, tetapi tetap megikuti pedoman dan prosedur yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat selaku pemegang kebijakan tertinggi.
Menurut Heintz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam buku Charles O. Jones mendefinisikan kebijakan sebagai “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (1996). Sehingga sering terdengar di masing-masing daerah di Indonesia memiliki kebijakan yang berbeda berkaitan dengan biaya pendidikan dan peningkatan kesejahteraan praktisi pendidikan.
Semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka semakin besar pula dana yang dianggarkan untuk peningkatan penyelenggaraan pendidikan. Sementara pemerintah pusat mematok anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini adalah dengan melaksanakan ujian kelulusan atau yang dikenal dengan Ujian Nasional (UN) yang dilakukan serentak secara nasional dengan standar nilai dan jumlah mata ujian ditentukan sebelumnya oleh Departemen Pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). UN sudah dilaksanakan sejak tahun ajaran 2002/2003 dengan standar nilai 3,01 hingga tahun ajaran 2009/2010 dengan standar nilai kelulusan menjadi 6,00 dan dengan enam (6) mata pelajaran yang diujikan.
Terjadi perdebatan di masyarakat berkenaan dengan kebijakan pemerintah ini, ada yang mendukung UN dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang memang terperosok jauh dari Negara tetangga dan ada yang menolak dengan beragam argumentasi kerugian yang timbul akibat pelaksanaan UN. Puncaknya ketika pada 14 September 2009 Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi perkara yang diajukan pemerintah dengan No 2596 K/PDT/2008 (www.kompas.com).
Dalam isi putusan ini, tergugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru. Dengan demikian MA melarang UN yang diselenggarakan oleh Depdiknas. Sehingga terjadi permasalahan yang belum ada kejelasan hingga saat ini, apakah UN tetap dijalankan dengan mekanisme dan prosedur yang diperbaiki atau UN dihapus berganti dengan kebijakan lain. Meskipun perkembangannya pada akhirnya UN tetap dilaksanakan dengan memberikan keringan bagi yang tidak lulus UN untuk mengulang kembali mata pelajaran yang tidak lulus.
Rumusan Masalah
UN sejak awal sudah menuai kontroversi di Indonesia, sebahagian masyarakat menganggap UN tidak tepat untuk dilaksanakan secara merata di Indonesia. Disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana masing-masing sekolah yang ada di seluruh Indonesia belum merata, serta tidak semua sekolah dan siswa mendapatkan akses pendidikan yang layak dan berkualitas. Sehingga dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalahnya, apakan kebijakan UN masih tetap layak untuk dilaksanakan di Indonesia dan jika tidak solusi apa yang bisa diberikan untuk mengganti kebijakan UN tersebut.
PEMBAHASAN
Dilematis Pelaksanaan UN
Ujian Nasional sejak digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003 tidak jarang menjadi momok menakutkan bagi pelajar yang kawatir tidak lulus karena tidak mendapatkan nilai yang mencukupi, sementara bagi para guru dan institusi pendidikan tempat siswa menimba ilmu kekawatiran serupa terjadi, kualitas dan profesionalitas mereka dipertaruhkan, tergantung dari banyak dan sedikitnya siswa yang lulus dalam UN. Sehingga tidak jarang terjadi kecurangan-kecurangan dari pelaksanaan UN di daerah-daerah baik yang dilakukan oleh siswa itu sendiri maupun oleh para pendidik, dengan tujuan satu, mendongkrak nilai UN siswa agar mendapatkan nilai sesuai dengan batas minimal kelulusan.
UN di beberapa daerah masih cenderung mengabaikan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab. Media elektronik dan cetak merekam kecurangan ini, banyak sekolah dan orang tua siswa yang paranoid dan sangat khawatir siswanya tidak lulus ujian dengan persentase tinggi. UN layaknya ‘palu sidang’ yang akan dijatuhkan untuk memvonis apakah seorang siswa dianggap pandai sehingga layak memperoleh predikat lulus, atau sebaliknya.
Mengingat hasil ujian ini berimplikasi pula pada eksistensi dan kredibilitas sekolah, setelah ditelisik lebih jauh ternyata paranoid ini tidak saja mengidap sekolah dan orang tua siswa, namun pemerintah daerah juga merasa perlu dan berkepentingan menjaga muka terkait pengelolaan pendidikan di wilayahnya. Selanjutnya sudah bisa ditebak, beragam kebijakan diambil oleh pemerintah daerah terkait sukses UN ini.
Realitas ini tentu sangat memprihatinkan apalagi di dunia pendidikan yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Faktanya pelaksanaan UN tahun 2008-2009 yang lalu masih ditemukan sejumlah 33 sekolah yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaannya (www.swaramerdeka.com). Masih segar dalam ingatan kita terhadap sekelompok guru yang menamakan dirinya Komunitas Air Mata Guru. Sebuah kelompok guru yang meskipun pahit telah berani mengikuti nuraninya sebagai seorang pendidik, untuk melaporkan berbagai macam tindakan kecurangan dalam pelaksanaan ujian pada sekolah mereka di Medan dan daerah sekitarnya.
Sayangnya, keberanian mereka mengungkap kecurangan ini menuai intimidasi. Mereka dianggap mencemarkan nama baik sekolah, diturunkan atau ditunda kenaikan pangkatnya hingga diberhentikan. Sikap Depdiknas pun setali tiga uang. Alih-alih melindungi para guru tersebut malah ikut menyudutkan mereka. Padahal dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya berhak memperoleh perlindungan atau memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
Masyarakat sebenarnya bisa mengerti ketika pemerintah menilai bahwa ujian tersebut bisa meningkatkan motivasi belajar. Namun sayangnya, motivasi itu muncul hanya di akhir tahun ajaran menjelang ujian, bukan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Mereka berlomba-lomba memasuki institusi pendidikan non formal hanya untuk dapat lulus UN dan tentunya akan membuat pengeluaran masyarakat di bidang pendidikan semakin membengkak, belum lagi mental pelajar yang menjadi terganggu dengan tekanan belajar yang meningkat tajam.
Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.
Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN yang selama ini dilakukan hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Ketiga, aspek sosial dan psikologis.
Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 dan meningkat seterusnya dari tahun ketahun. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di UN kan di sekolah dan di rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya.
Tidak hanya pemerintah yang harus mengeluarkan dana ekstra dalam memberikan materi tambahan kepada peserta didik, tetapi juga orang tua siswa yang terpaksa mengalokasikan dana untuk memberikan kursus tambahan agar anaknya mendapatkan nilai memuaskan dalam pelaksanaan UN nantinya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
Solusi Akhiri Kontrovesi Pelaksanaan UN
Kontroversi ujian nasional atau UN yang muncul sejak tahun 2003 sampai kini belum tuntas. Setiap menjelang pelaksanaan UN selalu terjadi tarik ulur antara Depdiknas dan DPR, tapi akhirnya kemenangan selalu ada pada pemerintah. Menurut hemat penulis ada satu solusi yang bisa diterapkan oleh pemerintah dalam mengakhiri kontrovesi pelaksanaan UN ini.
Sebelumnya, pemerintah telah membentuk sebuah Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang memberikan penilaian terhadap kualitas setiap institusi pendidikan baik negeri maupun swasta secara nasional di negeri ini. Ada nilai A, B, dan C, yang setiap nilai mewakili kualitas pendidikan yang dijalankan oleh masing-masing institusi dilihat dari kualitas pengajar, peserta didik, prestasi, sarana dan prasarana sekolah serta system yang diberlakukannya.
Kesemuanya dapat menentukan apakah suatu sekolah layak mendapatkan nilai tertinggi atau terendah, semakin baik penilaian aspek tersebut, maka semakin baik pula Akreditasi yang diperoleh. Sehingga dapat ditarik sebuah benang merah dari permasahan ini, kebijakan adanya Akreditasi pada setiap sekolah dipadukan dengan Ujian Nasional. Hasilnya, Ujian Nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah tetap diberlakukan tetapi dengan membuat standar soal sesuai dengan tingkatan akreditasi masing-masing sekolah.
Ada soal UN yang peruntukannya untuk sekolah dengan Akreditasi A, Akreditasi B, Akreditasi C dan juga soal UN untuk sekolah yang belum layak mendapatkan akreditasi dengan keterbatasan hal-hal yang disebutkan di atas. Apabila kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah, maka tidak ada lagi sekolah yang merasa belum siap melaksanakan UN karena keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, ataupun disebabkan oleh kualitas guru yang berbeda-beda.
Kebijakan ini dapat menjawab persoalan tersebut. Karena masing-masing sekolah mendapatkan soal UN sesuai dengan tingkatan akreditasi sekolahnya. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu pada prinsipnya untuk mengarahkan cara-cara bertindak dengan terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu (Suharto:2005). Sehingga adanya kebijakan perpaduan ini menyebabkan kebijakan pemerintah itu saling sinergi dan melengkapi bukannya saling bertentangan seperti yang selama ini sering terjadi antara peraturan daerah dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ujian Nasional yang diberlakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan tidak lain mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang terpuruk dari Negara lain terutama di wilayah Asia Tenggara. Meskipun akhirnya terjadi kontroversi di tengah masyarakat dan berakibat keluarnya putusan MA, yang melarang dilaksanakannya UN pada tahun ajaran 2009/2010.
Tetapi ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam pelaksanaan UN selanjutnya yaitu:
1. UN tetap dilaksanakan tetapi soal UN diselaraskan dengan tingkatan Akreditasi masing-masing sekolah.
2. Membentuk kepanitiaan independen dalam pelaksanaan UN dari tingkat pusat,sampai ke sekolah-sekolah. Bukan hanya itu, Panitia Independen juga bertugas menjadi pengawas ruang saat berlangsungnya ujian, mengawasi dan atau mengumpulkan lembar-lembar jawaban, sampai dengan pengawasan dalam proses penilaian dan pengumuman hasil ujian nasional.
3. Pemerintah pusat dan daerah perlu terus menerus meningkatkan pengalokasian anggaran di bidang pendidikan agar kualitas pendidikan dinegeri ini semakin meningkat dan merata.
4. Para pendidik dan pemerintah daerah negeri ini perlu belajar kembali tentang norma-norma kejujuran, sehingga tidak dengan mudah menerapkan segala cara dalam mendongkrak nilai UN siswa.
Daftar Pustaka
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
www.swaramerdeka.com.
www.kompas.com.
oleh abu tabina
(terinspirasi dari kuliah DR.Ardiyan S. di UNSRI)
Meskipun ujian nasional masih sangat lama, beberapa bulan ke depan. Tetapi tidak ada salahnya jika saya membahas masalah ini.
Latar Belakang
Pendidikan yang berkualitas memegang peran kunci dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. Sementara SDM diperlukan sebagai penggerak proses pembangunan suatu Negara, semakin berkualitas SDM yang dimiliki oleh suatu Negara maka semakin cepat proses pembangunannya menuju masyarakat madani. Undang-undang Dasar tahun 1945 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hak warga Negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai intitusi Negara.
Hak warga Negara tersebut dapat berupa mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas dan murah, sehingga masyarakat tidak terbebani dengan biaya pendidikan yang mahal. Dalam era otonomi daerah, terutama sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pemerintah pusat menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menjalankan proses pendidikan di daerahnya masing-masing, tetapi tetap megikuti pedoman dan prosedur yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat selaku pemegang kebijakan tertinggi.
Menurut Heintz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam buku Charles O. Jones mendefinisikan kebijakan sebagai “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (1996). Sehingga sering terdengar di masing-masing daerah di Indonesia memiliki kebijakan yang berbeda berkaitan dengan biaya pendidikan dan peningkatan kesejahteraan praktisi pendidikan.
Semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka semakin besar pula dana yang dianggarkan untuk peningkatan penyelenggaraan pendidikan. Sementara pemerintah pusat mematok anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini adalah dengan melaksanakan ujian kelulusan atau yang dikenal dengan Ujian Nasional (UN) yang dilakukan serentak secara nasional dengan standar nilai dan jumlah mata ujian ditentukan sebelumnya oleh Departemen Pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). UN sudah dilaksanakan sejak tahun ajaran 2002/2003 dengan standar nilai 3,01 hingga tahun ajaran 2009/2010 dengan standar nilai kelulusan menjadi 6,00 dan dengan enam (6) mata pelajaran yang diujikan.
Terjadi perdebatan di masyarakat berkenaan dengan kebijakan pemerintah ini, ada yang mendukung UN dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang memang terperosok jauh dari Negara tetangga dan ada yang menolak dengan beragam argumentasi kerugian yang timbul akibat pelaksanaan UN. Puncaknya ketika pada 14 September 2009 Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi perkara yang diajukan pemerintah dengan No 2596 K/PDT/2008 (www.kompas.com).
Dalam isi putusan ini, tergugat yakni presiden, wapres, mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru. Dengan demikian MA melarang UN yang diselenggarakan oleh Depdiknas. Sehingga terjadi permasalahan yang belum ada kejelasan hingga saat ini, apakah UN tetap dijalankan dengan mekanisme dan prosedur yang diperbaiki atau UN dihapus berganti dengan kebijakan lain. Meskipun perkembangannya pada akhirnya UN tetap dilaksanakan dengan memberikan keringan bagi yang tidak lulus UN untuk mengulang kembali mata pelajaran yang tidak lulus.
Rumusan Masalah
UN sejak awal sudah menuai kontroversi di Indonesia, sebahagian masyarakat menganggap UN tidak tepat untuk dilaksanakan secara merata di Indonesia. Disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana masing-masing sekolah yang ada di seluruh Indonesia belum merata, serta tidak semua sekolah dan siswa mendapatkan akses pendidikan yang layak dan berkualitas. Sehingga dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalahnya, apakan kebijakan UN masih tetap layak untuk dilaksanakan di Indonesia dan jika tidak solusi apa yang bisa diberikan untuk mengganti kebijakan UN tersebut.
PEMBAHASAN
Dilematis Pelaksanaan UN
Ujian Nasional sejak digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003 tidak jarang menjadi momok menakutkan bagi pelajar yang kawatir tidak lulus karena tidak mendapatkan nilai yang mencukupi, sementara bagi para guru dan institusi pendidikan tempat siswa menimba ilmu kekawatiran serupa terjadi, kualitas dan profesionalitas mereka dipertaruhkan, tergantung dari banyak dan sedikitnya siswa yang lulus dalam UN. Sehingga tidak jarang terjadi kecurangan-kecurangan dari pelaksanaan UN di daerah-daerah baik yang dilakukan oleh siswa itu sendiri maupun oleh para pendidik, dengan tujuan satu, mendongkrak nilai UN siswa agar mendapatkan nilai sesuai dengan batas minimal kelulusan.
UN di beberapa daerah masih cenderung mengabaikan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab. Media elektronik dan cetak merekam kecurangan ini, banyak sekolah dan orang tua siswa yang paranoid dan sangat khawatir siswanya tidak lulus ujian dengan persentase tinggi. UN layaknya ‘palu sidang’ yang akan dijatuhkan untuk memvonis apakah seorang siswa dianggap pandai sehingga layak memperoleh predikat lulus, atau sebaliknya.
Mengingat hasil ujian ini berimplikasi pula pada eksistensi dan kredibilitas sekolah, setelah ditelisik lebih jauh ternyata paranoid ini tidak saja mengidap sekolah dan orang tua siswa, namun pemerintah daerah juga merasa perlu dan berkepentingan menjaga muka terkait pengelolaan pendidikan di wilayahnya. Selanjutnya sudah bisa ditebak, beragam kebijakan diambil oleh pemerintah daerah terkait sukses UN ini.
Realitas ini tentu sangat memprihatinkan apalagi di dunia pendidikan yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Faktanya pelaksanaan UN tahun 2008-2009 yang lalu masih ditemukan sejumlah 33 sekolah yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaannya (www.swaramerdeka.com). Masih segar dalam ingatan kita terhadap sekelompok guru yang menamakan dirinya Komunitas Air Mata Guru. Sebuah kelompok guru yang meskipun pahit telah berani mengikuti nuraninya sebagai seorang pendidik, untuk melaporkan berbagai macam tindakan kecurangan dalam pelaksanaan ujian pada sekolah mereka di Medan dan daerah sekitarnya.
Sayangnya, keberanian mereka mengungkap kecurangan ini menuai intimidasi. Mereka dianggap mencemarkan nama baik sekolah, diturunkan atau ditunda kenaikan pangkatnya hingga diberhentikan. Sikap Depdiknas pun setali tiga uang. Alih-alih melindungi para guru tersebut malah ikut menyudutkan mereka. Padahal dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya berhak memperoleh perlindungan atau memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
Masyarakat sebenarnya bisa mengerti ketika pemerintah menilai bahwa ujian tersebut bisa meningkatkan motivasi belajar. Namun sayangnya, motivasi itu muncul hanya di akhir tahun ajaran menjelang ujian, bukan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Mereka berlomba-lomba memasuki institusi pendidikan non formal hanya untuk dapat lulus UN dan tentunya akan membuat pengeluaran masyarakat di bidang pendidikan semakin membengkak, belum lagi mental pelajar yang menjadi terganggu dengan tekanan belajar yang meningkat tajam.
Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.
Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN yang selama ini dilakukan hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Ketiga, aspek sosial dan psikologis.
Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 dan meningkat seterusnya dari tahun ketahun. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di UN kan di sekolah dan di rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya.
Tidak hanya pemerintah yang harus mengeluarkan dana ekstra dalam memberikan materi tambahan kepada peserta didik, tetapi juga orang tua siswa yang terpaksa mengalokasikan dana untuk memberikan kursus tambahan agar anaknya mendapatkan nilai memuaskan dalam pelaksanaan UN nantinya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
Solusi Akhiri Kontrovesi Pelaksanaan UN
Kontroversi ujian nasional atau UN yang muncul sejak tahun 2003 sampai kini belum tuntas. Setiap menjelang pelaksanaan UN selalu terjadi tarik ulur antara Depdiknas dan DPR, tapi akhirnya kemenangan selalu ada pada pemerintah. Menurut hemat penulis ada satu solusi yang bisa diterapkan oleh pemerintah dalam mengakhiri kontrovesi pelaksanaan UN ini.
Sebelumnya, pemerintah telah membentuk sebuah Badan Akreditasi Nasional (BAN) yang memberikan penilaian terhadap kualitas setiap institusi pendidikan baik negeri maupun swasta secara nasional di negeri ini. Ada nilai A, B, dan C, yang setiap nilai mewakili kualitas pendidikan yang dijalankan oleh masing-masing institusi dilihat dari kualitas pengajar, peserta didik, prestasi, sarana dan prasarana sekolah serta system yang diberlakukannya.
Kesemuanya dapat menentukan apakah suatu sekolah layak mendapatkan nilai tertinggi atau terendah, semakin baik penilaian aspek tersebut, maka semakin baik pula Akreditasi yang diperoleh. Sehingga dapat ditarik sebuah benang merah dari permasahan ini, kebijakan adanya Akreditasi pada setiap sekolah dipadukan dengan Ujian Nasional. Hasilnya, Ujian Nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah tetap diberlakukan tetapi dengan membuat standar soal sesuai dengan tingkatan akreditasi masing-masing sekolah.
Ada soal UN yang peruntukannya untuk sekolah dengan Akreditasi A, Akreditasi B, Akreditasi C dan juga soal UN untuk sekolah yang belum layak mendapatkan akreditasi dengan keterbatasan hal-hal yang disebutkan di atas. Apabila kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah, maka tidak ada lagi sekolah yang merasa belum siap melaksanakan UN karena keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, ataupun disebabkan oleh kualitas guru yang berbeda-beda.
Kebijakan ini dapat menjawab persoalan tersebut. Karena masing-masing sekolah mendapatkan soal UN sesuai dengan tingkatan akreditasi sekolahnya. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu pada prinsipnya untuk mengarahkan cara-cara bertindak dengan terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu (Suharto:2005). Sehingga adanya kebijakan perpaduan ini menyebabkan kebijakan pemerintah itu saling sinergi dan melengkapi bukannya saling bertentangan seperti yang selama ini sering terjadi antara peraturan daerah dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ujian Nasional yang diberlakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan tidak lain mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang terpuruk dari Negara lain terutama di wilayah Asia Tenggara. Meskipun akhirnya terjadi kontroversi di tengah masyarakat dan berakibat keluarnya putusan MA, yang melarang dilaksanakannya UN pada tahun ajaran 2009/2010.
Tetapi ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam pelaksanaan UN selanjutnya yaitu:
1. UN tetap dilaksanakan tetapi soal UN diselaraskan dengan tingkatan Akreditasi masing-masing sekolah.
2. Membentuk kepanitiaan independen dalam pelaksanaan UN dari tingkat pusat,sampai ke sekolah-sekolah. Bukan hanya itu, Panitia Independen juga bertugas menjadi pengawas ruang saat berlangsungnya ujian, mengawasi dan atau mengumpulkan lembar-lembar jawaban, sampai dengan pengawasan dalam proses penilaian dan pengumuman hasil ujian nasional.
3. Pemerintah pusat dan daerah perlu terus menerus meningkatkan pengalokasian anggaran di bidang pendidikan agar kualitas pendidikan dinegeri ini semakin meningkat dan merata.
4. Para pendidik dan pemerintah daerah negeri ini perlu belajar kembali tentang norma-norma kejujuran, sehingga tidak dengan mudah menerapkan segala cara dalam mendongkrak nilai UN siswa.
Daftar Pustaka
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
www.swaramerdeka.com.
www.kompas.com.
Jumat, 29 Oktober 2010
Teruntuk Indonesiaku
Teruntuk Indonesiaku
Menangis…. menangis…bersedih…bersedih..
Bersedih kemudian menangis
Menangis kemudian bersedih
Menangis dan bersedih..
Bersedih terus mengangis…
Menangis terus-terus bersedih
Bersedih, menangis terus-terus….
Terus-terus mengangis dan bersedih…
Tertawa...
Menangis…. menangis…bersedih…bersedih..
Bersedih kemudian menangis
Menangis kemudian bersedih
Menangis dan bersedih..
Bersedih terus mengangis…
Menangis terus-terus bersedih
Bersedih, menangis terus-terus….
Terus-terus mengangis dan bersedih…
Tertawa...
Kamis, 28 Oktober 2010
<< Reformasi Hidup..>
oleh abu tabina
Evolusi hidup manusia yang dianalogikan dengan siklus metamorfosisnya kupu-kupu. Dari berbentuk larva hingga ke bentuk ulat yang sebagian orang menganggapnya jijik menjadi seekor kupu-kupu yang bernilai seni tinggi hasil karya Sang Maha Agung. Begitu singkatnya kehidupan kupu-kupu, begitu juga halnya dengan manusia. Walupun singkat, kehadiran kupu-kupu mampu menyejukan mata yang memandangnya dengan warna indah yang selalu dibawanya dan ia bermanfaat bagi tanaman dalam proses penyerbukan. Manusia juga pada hakekatnya harus seperti itu mampu membawa warna baru bagi manusia lainnya walau hanya lingkup yang sangat kecil.
Tapi, adakalanya evolusi hidup yang memakan waktu sangat lama bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun perlu segera dilakukan “Reformasi Hidup”. Yang apabila detik ini kita bisa lakukan maka lakukanlah, jangan pernah menunggu waktu, toh kita ‘gak tau sampai kapan jembatan hidup ini berujung. N’tah b’sok, lusa atau detik dimana anda membaca tulisan ini (if can do it so do it)
Evolusi dan reformasi perlu segera dilakukan, tapi jangan salah arah. Arah yang benar adalah progresif, bukan sebaliknya. Apakah anda setuju apabila pakaian yang kita kenakan kembali ke zaman prasejarah yang mana dada dan kemaluan saja yang di “amankan”?
Tanpa “mengerti” makna dari sebuah pakaian? Atau apakah anda setuju bila nafsu saja yang diperturutkan tanpa peduli masa dimana segala sesuatu akan di Hisab? (ditanyakan pertanggungjawabannya).
Reformasi merupakan bagian dari evolusi yang menjunjung tema sebuah roman kehidupan yang penuh dengan teka-teki kotor dan jalan-jalan terjal nan berbatu.
Wahai generasi muda, kalian semua telah menyandang tugas sebagai agent of change untuk menggiring negri yang dibilang sebagai “sepotong surga” ini kearah kemajuan dan kesejahteraan. Jangan jadikan waktu hanya sebagai “barang mainan” lakukan apa yang bisa dilakukan, jangan jadikan Barat sebagai “kiblat” kita tapi bagaimana kita bisa membuat “kiblat” kita sendiri yang tentunya tidak lari dari tuntunan diin Islam. Mari kita bersama-sama isi hidup kita dengan warna-warna cerah. Jangan terlalu mengagungkan dunia sebagai surga, hingga HAM & kebebasan dijadikan berlebihan,ingat bahwa kebebasan seseorang itu dibatasi oleh kebebasan orang lain.
” Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ro’du : 11)
Hidup Reformasi !!!!
Evolusi hidup manusia yang dianalogikan dengan siklus metamorfosisnya kupu-kupu. Dari berbentuk larva hingga ke bentuk ulat yang sebagian orang menganggapnya jijik menjadi seekor kupu-kupu yang bernilai seni tinggi hasil karya Sang Maha Agung. Begitu singkatnya kehidupan kupu-kupu, begitu juga halnya dengan manusia. Walupun singkat, kehadiran kupu-kupu mampu menyejukan mata yang memandangnya dengan warna indah yang selalu dibawanya dan ia bermanfaat bagi tanaman dalam proses penyerbukan. Manusia juga pada hakekatnya harus seperti itu mampu membawa warna baru bagi manusia lainnya walau hanya lingkup yang sangat kecil.
Tapi, adakalanya evolusi hidup yang memakan waktu sangat lama bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun perlu segera dilakukan “Reformasi Hidup”. Yang apabila detik ini kita bisa lakukan maka lakukanlah, jangan pernah menunggu waktu, toh kita ‘gak tau sampai kapan jembatan hidup ini berujung. N’tah b’sok, lusa atau detik dimana anda membaca tulisan ini (if can do it so do it)
Evolusi dan reformasi perlu segera dilakukan, tapi jangan salah arah. Arah yang benar adalah progresif, bukan sebaliknya. Apakah anda setuju apabila pakaian yang kita kenakan kembali ke zaman prasejarah yang mana dada dan kemaluan saja yang di “amankan”?
Tanpa “mengerti” makna dari sebuah pakaian? Atau apakah anda setuju bila nafsu saja yang diperturutkan tanpa peduli masa dimana segala sesuatu akan di Hisab? (ditanyakan pertanggungjawabannya).
Reformasi merupakan bagian dari evolusi yang menjunjung tema sebuah roman kehidupan yang penuh dengan teka-teki kotor dan jalan-jalan terjal nan berbatu.
Wahai generasi muda, kalian semua telah menyandang tugas sebagai agent of change untuk menggiring negri yang dibilang sebagai “sepotong surga” ini kearah kemajuan dan kesejahteraan. Jangan jadikan waktu hanya sebagai “barang mainan” lakukan apa yang bisa dilakukan, jangan jadikan Barat sebagai “kiblat” kita tapi bagaimana kita bisa membuat “kiblat” kita sendiri yang tentunya tidak lari dari tuntunan diin Islam. Mari kita bersama-sama isi hidup kita dengan warna-warna cerah. Jangan terlalu mengagungkan dunia sebagai surga, hingga HAM & kebebasan dijadikan berlebihan,ingat bahwa kebebasan seseorang itu dibatasi oleh kebebasan orang lain.
” Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ro’du : 11)
Hidup Reformasi !!!!
Selasa, 26 Oktober 2010
STRATEGI MENGATASI SARJANA MENGANGGUR
indahnya persaudaraan |
Latar Belakang
Pengangguran merupakan hal klise di Indonesia, sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 64 tahun yang lalu masalah sosial ini belum mendapatkan solusi terbaiknya. Masih saja angka pengangguran di negeri yang memiliki kekakayaan alam berlimpah terbilang cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) yang melakukan survei tenaga kerja setiap bulan Februari dan Agustus setiap tahunnya menunjukan kepada kita bahwa, angka pengangguran terbuka di Indonesia per Agustus 2008 mencapai 9,39 juta jiwa atau 8,39 persen dari total angkatan kerja 102,55 juta jiwa. Angka pengangguran turun dibandingkan posisi Februari 2008 sebesar 9,43 juta jiwa (8,46 persen).
Pengangguran terbuka didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 17,26 persen dari jumlah penganggur. Kemudian disusul lulusan Sekolah Menengah Atas (14,31 persen), lulusan universitas 12,59 persen, diploma 11,21 persen, baru lulusan SMP 9,39 persen dan SD ke bawah 4,57 persen. Angka tersebut menjelaskan bahwa pengangguran berpendidikan di negeri ini terbilang cukup tinggi dan perlu bersama-sama merumuskan solusi terbaik untuk mengatasi pengangguran yang bila tidak diatasi secara bijak dapat menimbulkan masalah social yang lebih besar lagi. Karena selalu saja ada hubungan antara tingkat kriminalitas dengan banyaknya orang menganggur dan kemiskinan.
Media memprediksi pada tahun 2010 jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat, menjadi 10 persen dari total penduduk. Salah satunya disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda dunia menyebabkan perusahaan-perusahaan asing hengkang dari Indonesia dan menimbulkan PHK besar-besaran. Semakin menambah deretan masalah penyebab kemiskinan di negeri ini.
Ada tiga (3) hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja sehingga menjadi pengangguran, yaitu hambatan kultural, mutu dan relevansi kurikulum pendidikan, dan pasar kerja. Hambatan kultural menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara masalah kurikulum pendidikan adalah belum adanya mutu dan relevansi kurikulum pengajaran di lembaga pendidikan tinggi yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian sumber daya manusia (SDM) yang sesuai kebutuhan dunia kerja.
Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan rendahnya kualitas SDM untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Namun fakta cenderung menunjukkan, sistem pendidikan Indonesia jauh lebih produktif dalam mencetak lulusan ketimbang lapangan kerja yang tersedia. Hasilnya banyaknya pengangguran terdidik yang menuggu pekerjaan ketimbang membuat pekerjaan (berwiraswasta), salah satu sikap mental anak bangsa yang perlu dibenahi.
Permasalahan
Banyaknya pengangguran kaum intelektual di negeri ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di negeri ini belum mampu mencetak generasi usia produktif yang unggul. Karena erat kaitannya antara pendidikan dan cara pandang seseorang dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik dengan bekerja kepada orang lain ataupun dengan menciptakan pekerjaan sendiri yang justru mampu memberikan pekerjaan kepada orang lain. Sehingga tulisan ini mencoba untuk membahas bagaimana solusi mengatasi sarjana atau kaum terdidik yang menganggur di Indonesia yang setiap tahun selalu saja meningkat seiring dengan semakin banyaknya perguruan tinggi melakukan wisuda para sarjananya.
Paradigma
1. Qur’an surat Ar Ra’d ayat 11: “ Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
2. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan :” Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
3. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
4. Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia, di dalam pasal 25(1) disebutkan: “Setiap orang berhak atas hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan sosial pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut, atau mengalami kekurangan mata pencaharian yang lain karena berada di luar kekuasaannya.
Kebijaksanaan
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Orang yang tak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang belum bisa terselesaikan oleh pemimpin bangsa ini. Tapi lebih ironis bila angkatan kerja yang menganggur tersebut banyak yang berasal dari kalangan sarjana atau masyarakat terdidik.
Masyarakat dunia melihat pola pengangguran di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sebagai fenomena unik. Sebab, ternyata tingkat pengangguran lebih banyak ditemukan di kalangan mereka yang mengenyam pendidikan tinggi dan didominasi oleh kaum muda produktif. Sehingga adanya fenomena ini menjadi tanda tanya besar bagi kita apa yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Padahal dari segi sumber daya alam Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya melimpah, bahkan terbilang cukup lengkap. Wilayah lautannya yang membentang dari ujung Pulau Sumatra hingga Papua menyimpan kekayaan kelautan yang melimpah.
Ditambah lagi hasil tambang berupa minyak dan gas bumi, serta barang tambang lainnya tersimpan kokoh diperut bumi Indonesia. Di latar belakang, telah disinggung bahwa ada tiga ( 3) hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan budaya, mutu dan relevansi kurikulum pendidikan, dan pasar kerja atau lapangan pekerjaan. Hambatan budaya menyangkut sikap seseorang terhadap pekerjaan dan etos kerja.
Sementara masalah kurikulum pendidikan adalah belum adanya mutu dan ketepatan kurikulum pengajaran di lembaga pendidikan tinggi yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian sumber daya manusia (SDM) yang sesuai kebutuhan dunia kerja dalam menghadapi era globalisasi. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan rendahnya kualitas SDM untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja dan juga sebagai akibat tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadai di Indonesia dalam menampung angkatan kerja yang melimpah. Berlatar belakang ke tiga hal tersebut itulah, akan dibahas solusi atau strategi yang dapat diterapkan dalam mengatasi sarjana menganggur di Indonesia
1. Budaya
Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki budaya malas untuk belajar dan membaca. Hal ini tentu saja semakin menambah daftar kekurangan bangsa ini, padahal banyak belajar dan membaca merupakan salah satu ketentuan yang harus dilakukan karena telah ditetapkan di dalam Al Quran sebagai salah satu kitab suci terbesar yang dimiliki oleh masyarakat muslim di Indonesia. Belajar dan banyak membaca juga menjadi ciri khas dari negara maju yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya terbilang cukup tinggi seperti negara Jepang dan negara-negara maju di Benua Eropa.
Budaya malas membaca dan belajar akan berimplikasi kepada kemalasan seseorang untuk berusaha menjadi lebih baik dan terkesan hanya bersikap pasif, pasrah terhadap keadaan. Inilah kenapa masyarakat yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas maka sikapnya terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya kurang bergairah dan terkesan menunggu pekerjaan tanpa berusaha untuk menciptakan pekerjaan sendiri.
Jika semangat belajar dan membaca yang tinggi di masyarakat Indonesia menjadi budaya maka tidak mustahil permasalahan pengangguran di negeri ini dapat teratasi dengan baik. Karena masing-masing individu akan berusaha melakukan apapun, berpikir dan berbuat yang halal tentunya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Mengutip pernyataan John F. Kennnedy, salah satu dari sekian presiden Amerika Serikat, Ia mengatakan bahwa “ jangan tanyakan apa yang negara lakukan untukmu tapi tanyakan apa yang engkau lakukan untuk negaramu”. Pernyataan ini memberikan pelajaran bahwa sesungguhnya masyarakat jangan terlalu berharap terhadap negara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi berusahalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri tanpa harus selalu tergantung dari negara. Walaupun salah satu fungsi negara adalah memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi warganegaranya.
Di Indonesia, budaya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pilih-pilih pekerjaan di kalangan sarjana masih tinggi, ketimbang budaya berwiraswasta. Sehingga sikap ini lah yang menjadi salah satu penyumbang angka pengangguran ditingkat sarjana cukup tinggi. Sehingga perlu ada usaha-usaha intensif dari pemerintah dan tokoh masyarakat untuk merubah pola pikir seperti ini. Ditambah lagi, jenjang pendidikan tinggi sebagai jaminan memperoleh pekerjaan yang baik ternyata menjadi doktrin bagi kebanyakan masyarakat kita.
Pandangan ini dalam banyak hal turut memperparah banyaknya lulusan Perguruan Tinggi (PT) yang tidak bekerja. Kita menyaksikan bagaimana para sarjana masih terus disibukkan persoalan mencari kerja, sementara ketersediaan lapangan kerja makin sempit.
2. Mutu Dan Relevansi Kurikulum Pendidikan
Fakta cenderung menunjukkan, sistem pendidikan Indonesia jauh lebih produktif dalam mencetak lulusan ketimbang lapangan kerja yang tersedia. Seperti banyaknya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang membuka jalur ekstensi dan D3, meski kenyataannya kampus tersebut tidak memiliki sarana pendidikan dan dosen yang sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) lebih kepada penghematan pengeluaran untuk dana pendidikan karena takut mahasiswa terbebani uang kuliah terlalu tinggi. Tindakan ini mengakibatkan PT sekadar mesin penghasil ijazah ketimbang manusia yang memiliki kematangan ilmu dan kemandirian.
Akibatnya negara Indonesia memiliki ribuan kaum terdidik yang tidak profesional dan tidak berjiwa enterpreneur. Kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dari geliat perekonomian yang ada didalamnya, dan perekonomian hanya bisa digerakan oleh orang-orang yang memiliki jiwa untuk berkreasi dan berinovasi. Tanpa itu semua mustahil suatu bangsa akan bisa maju.
Oleh karena itu sistem pendidikan di negeri ini harus dirubah, yaitu dengan cara lebih menekankan kepada pendidikan yang mencetak para wiraswasta atau enterpreneur muda ketimbang para pekerja muda atau para pegawai negeri. Caranya bisa dengan merubah kurikulum pendidikannya yang lebih berorientasi kepada kebutuhan pasar kerja dan bisa juga dengan membebankan mahasiswa atau pelajar sebelum menyelesaikan pendidikannya dengan kewajiban membuat suatu usaha atau kegiatan yang bernilai materi. Hal tersebut tentunya akan melatih pelajar dan mahasiswa untuk berpikir kritis membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan.
Sistem pendidikan di Indonesia ternyata masih menghasilkan lulusan yang kemandirian dan semangat kewirausahaannya rendah. Sebagian besar lulusan pendidikan kita hanya bisa menjadi buruh atau karyawan. Persentase yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan bahkan mempekerjakan orang lain masih sedikit. Seorang sarjana harus mampu berpikir konstruktif, kreatif dan inovatif. Sarjana harus menjadi pelopor, tak menunggu kesempatan.
Namun, kenyataannya tak semua sarjana mempunyai pemikiran seperti Ini. Tidak ada negara maju yang pendidikannya mundur, dan tak ada pendidikan mundur yang mampu memajukan negara. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, benahilah sistem dan metode pendidikannya. Mulai yang paling kecil dan dilakukan sekarang juga. Perlu dicatat, ada semacam dilema dalam penyelenggaraan pendidikan di PT, yaitu antara memenuhi permintaan pasar atau bertahan dalam proses pendidikan tinggi yang ideal. Permintaan pasar dipenuhi perguruan tinggi dengan membuka program studi yang laku di pasar tenaga kerja.
Berdasarkan pengamatan, saat ini program studi yang permintaannya cukup tinggi adalah manajemen informatika, teknologi informasi dan komunikasi serta broadcasting. Maka, PT berlomba-lomba membuka jurusan atau program studi tersebut. Namun, terkadang PT mengabaikan kompetensinya. Misalnya, sebuah PT berani membuka program studi teknologi informasi, padahal tak mempunyai tenaga ahli tetap untuk bidang tersebut.
Ini banyak terjadi di berbagai PT. Alhasil, lulusan dari program studi itu tak memiliki bekal ilmu yang cukup sehingga menjadi sarjana tak berkualitas. Alasan utama sebuah PT melakukan jalan pintas seperti itu adalah demi bertahan hidup dan memperluas bisnisnya. PT sekarang mempunyai paradigma sebagai unit bisnis yang harus menghasilkan keuntungan (profit oriented). Maka, orientasinya menghasilkan keuntungan, jumlah mahasiswa harus banyak. Mereka berbuat demikian karena dituntut bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya.
Muncullah image di Indonesia bahwa pendidikan tinggi adalah sebuah pabrik pendidikan. Sehingga perlu ada perubahan kualitas sistem dan metode pendidikan, dosen, kesejahteraan tenaga pendidik, metode mengajar, dan infrastrukturnya. Dalam banyak hal patut kita cermati, peningkatan kualitas pendidikan adalah sebagai titik penentu yang mempertinggi kesempatan orang-orang terdidik memperoleh pekerjaan. Itulah masalah yang perlu kita atasi segera.
3. Pasar Kerja atau Lapangan Pekerjaan.
Pasar kerja yang tersedia di negeri ini umumnya banyak yang tidak sesuai dengan bidang keahlian yang digeluti oleh para sarjana. Ditambah lagi dengan lulusan PT yang tidak mampu berkompetisi dan tidak diterima oleh pasar kerja sebagai akibat kualitas lulusan yang buruk. Belum lagi jumlah lapangan pekerjaan yang minim harus diperebutkan oleh ribuan sarjana yang mencari kerja. Sehingga solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah pemerintah bersama-sama masyarakat membuat program yang melibatkan para sarjana agar dapat diberdayagunakan untuk membangun perekonomian rakyat.
Sebagai contoh adanya program Sarjana Penggerak Pedesaan (SPP), program ini sangat positif apabila dijalankan sesuai koridor yang berlaku dan adanya pengawasan yang insentif dari pemerintah penyalur sarjana ke desa-desa. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah terlebuh dahulu memberikan penyuluhan dan standar-standar pekerjaan yang harus dilakukan oleh para sarjana tersebut agar tidak terkesan tidak tahu mau berbuat apa. Dan juga melakukan kerjasama dengan negara asing atau perusahaan asing untuk menggunakan para sarjana terbaik lulusan dari Indonesia untuk bekerja di negara atau perusahaannya kemudian menerapkan ilmu yang di dapatnya untuk pembangunan di Indonesia.
Solusi lain yang bisa diterapkan untuk mengatasi lapangan pekerjaan yang minim adalah dengan memberikan kemudahan seorang sarjana atau lulusan PT dalam memperoleh pinjaman modal dengan bunga ringan untuk mengembangkan suatu usaha produktif.
Kesimpulan
Masalah pengangguran kaum sarjana merupakan masalah kita semua, yang disebabkan oleh beberapa aspek yang telah disebutkan di atas. Sehingga jika ingin mengurangi sarjana menganggur di negeri ini, ketiga hal tersebut yang menjadi penyebab sarjana menganggur harus ditangani dengan bijaksana, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara bersama-sama. Karena semua kebijakan pemerintah akan efektif bila para aparat pemerintah dan masyarakat saling bahu membahu melaksanakan kebijakan tersebut dengan solid dan terpadu.
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa strategi yang dapat dilakukan dalam mengatasi sarjana menganggur adalah:
1. Tanamkan jiwa belajar dan membaca kepada para sarjana untuk merubah pola pikir (mindset) mereka terhadap pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Menggiatkan penyuluhan kepada para sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi menciptakan pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri.
3. Merubah sistem pendidikan di Indonesia yang dapat menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas dan siap untuk menduduki suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian dan ilmunya.
4. Menanamkan jiwa enterpreneur beserta prakteknya sebelum pelajar atau mahasiswa menamatkan pendidikanya di PT.
5. Menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan memperbanyak lobi-lobi politik ke negara maupun perusahaan asing.
6. Memberdayakan para sarjana untuk mengembangkan daerah pedesaan serta memberikan kredit modal usaha dengan bunga ringan agar mereka mampu menciptakan sumber usaha produktif.
Saran
Saran yang dapat diberikan penulis dalam mengatasi permasalahan ini adalah dengan cara pemerintah bersama masyarakat menjalankan kebijakan dan strategi yang telah dibuat dengan optimal. Karena tanpa ada dukungan dari masyarakat maka mustahil kebijakan mengatasi pengangguran intelektual dapat terlaksana dengan efektif.
Intinya semangat untuk berwiraswasta perlu ditanamkan sejak dini kepada para sarjana mupun para calon sarjana sebelum mereka lulus dari dunia pendidikan formal serta merubah sistem pendidikan Indonesia dari yang mencetak para pekerja beralih kepada pencetak enterpreneur muda.
Daftar Pustaka
Hoogvelt, Ankie M.M. (1995). Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang. Terjemahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. (2006). Kebijakan Publik: Untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Elex Media Kompetindo
www.tempointeraktif.com
Minggu, 24 Oktober 2010
Rumah Di Pinggir Sungai
Rumah Di Pinggir Sungai
Senin, 25/10/2010 06:49 WIB | email | print | share
http://www.eramuslim.com/oase-iman/abdul-mutaqin-rumah-di-pinggir-sungai.htm
Oleh Abdul Mutaqin
“Ayah, mengapa rumah kita di tepi sungai? Riskan jika banjir datang”.
“Benar anakku. Tapi lihatlah. Jernih sekali airnya. Kita bergantung hidup dari sungai ini. Dapur kita mengepul setiap hari karena rizki dari Tuhan yang melimpah di airnya. Dengan mata kail dan jala kita menangkap ikan. Atau jika kita sedikit malas, kita cukup memasang bubu lalu ikan datang sendiri pada kita”.
”Tapi, sumber kehidupan bukan hanya dari sungai, bukan?”
”Benar sekali. Rezeki Tuhan seluas langit dan bumi”.
”Kalau begitu, mengapa kita tidak tinggal di kota saja?”
”Apakah kamu mengira di kota tidak akan banjir?”
”Apakah begitu?”
”Bahkan di kota, banjir bisa datang rutin setiap tahun anakku”.
”Ayah, jika memang ayah tidak mau pindah rumah di pinggir sungai ini, bagaimana jika sungainya saja yang kita dipindahkan dari pandangan kita?”
”Caranya?”
”Kita bergerak menjauh dari tepiannya”.
”Tidak perlu anakku. Ayah punya cara yang lebih bijak menghadapi kekhawatiranmu atas banjir. Kita tidak perlu pindah dari tepian sungai karena kita bergantung hidup di sini. Bukan ayah tidak ingin hidup di kota, tapi ayah tidak punya keahlian untuk menghadapi kerasnya kehidupan kota. Keahlian yang ayah miliki hanyalah menangkap ikan. Sungai adalah jiwa ayah. Jala dan kail adalah teknologi ayah. Kita juga tidak perlu memindahkan sungai ini dari depan rumah kita karena hal itu mustahil.”
”Lalu, apa yang ayah lakukan untukku supaya kelak aku bisa selamat dari banjir”.
”Yang pasti bukan memindahkan sungai itu, namun, ayah akan mengajarmu mahir berenang”.
-----
Saya agak terkejut, seorang wali siswa bercerita terus terang telah menemukan VCD porno pada lipatan baju di kamar anaknya; siswa saya. Biasanya, hal-hal semacam itu diumpetin oleh orang tua dari pendengaran para guru atau wali kelas anaknya. Bahkan sebaliknya, dalam banyak kasus, ada sebagian orang tua yang terus berupaya membentuk citra bahwa anaknya baik dan penurut saat diperlukan kehadirannya di sekolah. Maaf, bahkan ada yang tidak sungkan menyalahkan bahwa guru telah salah mengambil sikap atas anaknya. Nyata sekali bahwa sikap itu tidak lebih hanyalah pembelaan atas pelanggaran disiplin yang dilakukan anak mereka di sekolah.
Memberlakukan aturan yang ketat dan kaku oleh sekolah juga bukanlah cara yang tepat, tetapi terlalu longgar dan terlalu banyak toleransi juga bisa menjadi bumerang. Seringkali terjadi, siswa membawa kebiasaan dari lingkungan keluarga dalam interaksi mereka di kelas atau di sekolah.
Di sinilah sering terjadi kesenjangan sikap antara guru dan orang tua yang menimbulkan mispersepsi. Saya bahkan pernah geleng-geleng kepala mendengar cerita teman saya di satu sekolah bergengsi, begitu protektifnya orang tua yang mengerti hukum, menakut-nakuti guru olahraga akan dilaporkan ke komisi HAM hanya karena anaknya disuruh push up sebab tidak mengikuti aturan saat olah raga. Menggelikan. Hal ini tentu tidak boleh terus terjadi dalam konteks pendidikan yang menjadi tanggungjawab bersama.
Adalah hal yang sangat menggembirakan apabila pengalaman mendiskusikan soal anak didik dalam satu visi yang sama. Seperti yang saya jumpai pada sabtu kemarin. Bahkan saya sangat appreciate atas kejujuran orang tua itu soal VCD porno itu. Menurutnya, anaknya dalam masalah besar. Saya tegaskan, bahwa hal ini adalah masalah kita bersama. Hanya saja, orang tua dan guru yang paling resah jika persoalan ini dialami anak-anak kita.
Saya menganggap, bahwa setiap orang tua saat ini seperti mendiami rumah di pinggir sungai seperti illustrasi di awal tulisan ini. Rumah merupakan representasi dari nilai-nilai tertutup yang secara idiologis diturunkan kepada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Rumah adalah media privat tempat menanamkan nilai-nilai kebajikan berdasarkan keyakinan kepala keluarga kepada isteri dan anak-anaknya. Dari rumah inilah transformasi nilai-nilai itu dimulai dan akan membentuk karakter para penghuninya. Wajar jika kemudian rumah dianggap sebagai sekolah pertama bagi anak dan kedua orang tua adalah guru utamanya.
Sedangkan sungai adalah wilayah publik yang bebas nilai. Segala macam nilai atau idiologi hidup mengalir di situ, baik yang menguntungkan maupun yang bersifat ancaman. Teknologi informasi adalah salah satu nilai yang mengapung di sungai kehidupan yang dalam dan deras itu. Ia bisa menjadi jendela informasi yang mengantarkan pada kecerdasan. Tetapi juga bisa menjadi senjata perusak moral sebagaimana bencana banjir yang merusak dan mengancam keselamatan hidup orang banyak.
Setiap orang tua atau guru hampir mustahil membendung laju teknologi. Rasanya tidak mungkin membuat jurang pemisah yang memutus interaksi anak dengan berbagai kemajuan teknologi informasi di era modern ini. Sangat tidak mungkin, sedangkan akses layanan internet bisa mereka peroleh di mana saja dan kapan saja. Bahkan di WC pun mereka bisa connecting dan mengubah status Facebook atau Twitternya dari Black Berry milik mereka. Mustahilnya memutus mereka dari kenyataan ini, sama mustahilnya dengan usaha memindahkan sungai dari depan rumah hanya karena takut akan bahaya banjir. Maka menanamkan nilai-nilai akhlak, memperkuat basis ibadah, mengajarkannya tanggungjawab pada diri sendiri dan kepada Allah serta kepatuhan pada agama dan keyakinan menjadi senjata yang bisa menyelamatkan mereka dari pengaruh buruk teknologi. Pendek kata, taqwa seperti kemahiran berenang di tengah arus budaya zaman yang makin menggila. Bagaimanapun saat bencana banjir datang, semua orang bisa mati tenggelam. Tetapi yang mahir berenang berpeluang lebih besar bisa menyelamatkan dirinya dari tenggelam.
Wajarlah, mengapa agama mengingatkan para orang tua dan murabbi agar sejak dini mengajarkan ibadah kepada generasi di bawahnya. Terutama salat, karena ia benteng dari perbuatan keji dan munkar. Bahkan Rasul membolehkan ”pukulan” pendidikan jika dalam usia 10 tahun mereka enggan mendirikan salat.
Allahu a’lam.
---
Betapa indahnya rumah di tepi sungai. Seperti illustrasi cerdas Kanjeng Rasul dalam riwayat Imam al Bukhari:
Dari Abu Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu dia mandi lima kali setiap hari? Apakah kalian menganggap masih akan ada kotoran (daki) yang tersisa padanya?" Para sahabat menjawab, "Tidak akan ada yang tersisa sedikitpun kotoran padanya." Lalu beliau bersabda: "Seperti itu pula dengan shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus semua kesalahan."
Depok, oktober 2010.
abdul_mutaqin@yahoo.com
Senin, 25/10/2010 06:49 WIB | email | print | share
http://www.eramuslim.com/oase-iman/abdul-mutaqin-rumah-di-pinggir-sungai.htm
Oleh Abdul Mutaqin
“Ayah, mengapa rumah kita di tepi sungai? Riskan jika banjir datang”.
“Benar anakku. Tapi lihatlah. Jernih sekali airnya. Kita bergantung hidup dari sungai ini. Dapur kita mengepul setiap hari karena rizki dari Tuhan yang melimpah di airnya. Dengan mata kail dan jala kita menangkap ikan. Atau jika kita sedikit malas, kita cukup memasang bubu lalu ikan datang sendiri pada kita”.
”Tapi, sumber kehidupan bukan hanya dari sungai, bukan?”
”Benar sekali. Rezeki Tuhan seluas langit dan bumi”.
”Kalau begitu, mengapa kita tidak tinggal di kota saja?”
”Apakah kamu mengira di kota tidak akan banjir?”
”Apakah begitu?”
”Bahkan di kota, banjir bisa datang rutin setiap tahun anakku”.
”Ayah, jika memang ayah tidak mau pindah rumah di pinggir sungai ini, bagaimana jika sungainya saja yang kita dipindahkan dari pandangan kita?”
”Caranya?”
”Kita bergerak menjauh dari tepiannya”.
”Tidak perlu anakku. Ayah punya cara yang lebih bijak menghadapi kekhawatiranmu atas banjir. Kita tidak perlu pindah dari tepian sungai karena kita bergantung hidup di sini. Bukan ayah tidak ingin hidup di kota, tapi ayah tidak punya keahlian untuk menghadapi kerasnya kehidupan kota. Keahlian yang ayah miliki hanyalah menangkap ikan. Sungai adalah jiwa ayah. Jala dan kail adalah teknologi ayah. Kita juga tidak perlu memindahkan sungai ini dari depan rumah kita karena hal itu mustahil.”
”Lalu, apa yang ayah lakukan untukku supaya kelak aku bisa selamat dari banjir”.
”Yang pasti bukan memindahkan sungai itu, namun, ayah akan mengajarmu mahir berenang”.
-----
Saya agak terkejut, seorang wali siswa bercerita terus terang telah menemukan VCD porno pada lipatan baju di kamar anaknya; siswa saya. Biasanya, hal-hal semacam itu diumpetin oleh orang tua dari pendengaran para guru atau wali kelas anaknya. Bahkan sebaliknya, dalam banyak kasus, ada sebagian orang tua yang terus berupaya membentuk citra bahwa anaknya baik dan penurut saat diperlukan kehadirannya di sekolah. Maaf, bahkan ada yang tidak sungkan menyalahkan bahwa guru telah salah mengambil sikap atas anaknya. Nyata sekali bahwa sikap itu tidak lebih hanyalah pembelaan atas pelanggaran disiplin yang dilakukan anak mereka di sekolah.
Memberlakukan aturan yang ketat dan kaku oleh sekolah juga bukanlah cara yang tepat, tetapi terlalu longgar dan terlalu banyak toleransi juga bisa menjadi bumerang. Seringkali terjadi, siswa membawa kebiasaan dari lingkungan keluarga dalam interaksi mereka di kelas atau di sekolah.
Di sinilah sering terjadi kesenjangan sikap antara guru dan orang tua yang menimbulkan mispersepsi. Saya bahkan pernah geleng-geleng kepala mendengar cerita teman saya di satu sekolah bergengsi, begitu protektifnya orang tua yang mengerti hukum, menakut-nakuti guru olahraga akan dilaporkan ke komisi HAM hanya karena anaknya disuruh push up sebab tidak mengikuti aturan saat olah raga. Menggelikan. Hal ini tentu tidak boleh terus terjadi dalam konteks pendidikan yang menjadi tanggungjawab bersama.
Adalah hal yang sangat menggembirakan apabila pengalaman mendiskusikan soal anak didik dalam satu visi yang sama. Seperti yang saya jumpai pada sabtu kemarin. Bahkan saya sangat appreciate atas kejujuran orang tua itu soal VCD porno itu. Menurutnya, anaknya dalam masalah besar. Saya tegaskan, bahwa hal ini adalah masalah kita bersama. Hanya saja, orang tua dan guru yang paling resah jika persoalan ini dialami anak-anak kita.
Saya menganggap, bahwa setiap orang tua saat ini seperti mendiami rumah di pinggir sungai seperti illustrasi di awal tulisan ini. Rumah merupakan representasi dari nilai-nilai tertutup yang secara idiologis diturunkan kepada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Rumah adalah media privat tempat menanamkan nilai-nilai kebajikan berdasarkan keyakinan kepala keluarga kepada isteri dan anak-anaknya. Dari rumah inilah transformasi nilai-nilai itu dimulai dan akan membentuk karakter para penghuninya. Wajar jika kemudian rumah dianggap sebagai sekolah pertama bagi anak dan kedua orang tua adalah guru utamanya.
Sedangkan sungai adalah wilayah publik yang bebas nilai. Segala macam nilai atau idiologi hidup mengalir di situ, baik yang menguntungkan maupun yang bersifat ancaman. Teknologi informasi adalah salah satu nilai yang mengapung di sungai kehidupan yang dalam dan deras itu. Ia bisa menjadi jendela informasi yang mengantarkan pada kecerdasan. Tetapi juga bisa menjadi senjata perusak moral sebagaimana bencana banjir yang merusak dan mengancam keselamatan hidup orang banyak.
Setiap orang tua atau guru hampir mustahil membendung laju teknologi. Rasanya tidak mungkin membuat jurang pemisah yang memutus interaksi anak dengan berbagai kemajuan teknologi informasi di era modern ini. Sangat tidak mungkin, sedangkan akses layanan internet bisa mereka peroleh di mana saja dan kapan saja. Bahkan di WC pun mereka bisa connecting dan mengubah status Facebook atau Twitternya dari Black Berry milik mereka. Mustahilnya memutus mereka dari kenyataan ini, sama mustahilnya dengan usaha memindahkan sungai dari depan rumah hanya karena takut akan bahaya banjir. Maka menanamkan nilai-nilai akhlak, memperkuat basis ibadah, mengajarkannya tanggungjawab pada diri sendiri dan kepada Allah serta kepatuhan pada agama dan keyakinan menjadi senjata yang bisa menyelamatkan mereka dari pengaruh buruk teknologi. Pendek kata, taqwa seperti kemahiran berenang di tengah arus budaya zaman yang makin menggila. Bagaimanapun saat bencana banjir datang, semua orang bisa mati tenggelam. Tetapi yang mahir berenang berpeluang lebih besar bisa menyelamatkan dirinya dari tenggelam.
Wajarlah, mengapa agama mengingatkan para orang tua dan murabbi agar sejak dini mengajarkan ibadah kepada generasi di bawahnya. Terutama salat, karena ia benteng dari perbuatan keji dan munkar. Bahkan Rasul membolehkan ”pukulan” pendidikan jika dalam usia 10 tahun mereka enggan mendirikan salat.
Allahu a’lam.
---
Betapa indahnya rumah di tepi sungai. Seperti illustrasi cerdas Kanjeng Rasul dalam riwayat Imam al Bukhari:
Dari Abu Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu dia mandi lima kali setiap hari? Apakah kalian menganggap masih akan ada kotoran (daki) yang tersisa padanya?" Para sahabat menjawab, "Tidak akan ada yang tersisa sedikitpun kotoran padanya." Lalu beliau bersabda: "Seperti itu pula dengan shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus semua kesalahan."
Depok, oktober 2010.
abdul_mutaqin@yahoo.com
Alarm EmOsi…
Oleh Abu tabina
Seorang pembicara di salah satu radio swasta di bumi sriwijaya pernah membahas sebuah tema menarik, Alarm eMosi…ya alarm emosi.
Alarm biasanya digunakan sebagai pengingat bagi penggunanya akan apa yang harus ia lakukan ketika alat ini berbunyi, dan waktunya telah ditentukan sebelumnya sesuai keinginan pengguna..
Alarm yang biasa kita kenal sebagai bagian dari salah satu alat penanda kemajuan teknologi ternyata berbeda dengan alarm yang satu ini. Alarma emOsi. Bukan buah dari kemajuan teknologi tetapi buah dari hati yang bersih dan peka.
Alarm emosi adalah alarm yang berupa perasaan negatif. Perasaan negatif itu muncul sebagai penanda yang memberitahukan kepada kita bahwa ada yang keliru dalam diri kita (beda dengan perasaan positif). Allah memberikan kita anugerah berupa perasaan negatif dan positif yang selalu ada dalam diri manusia.
Alarm emosi merupakan perangkat yang ada di dalam rohani kita. Rohani sama seperti tubuh secara fisik, ia juga bisa merasakan sakit dan bisa merasakan sehat. Rohani tidak lepas dari masalah hati. Rohani dan hati merupakan dua makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Allah secara khusus untuk manusia. Beruntunglah bila hati kita masih merasakan sakit, menyesallah bila hati kita telah mati, dan berbahagialah bila hati kita sehat.
Perasaan negatif yang ada dalam diri kita bisa muncul disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. Kemunculannya disebabkan oleh ibadah kita yang kurang benar
2. Pekerjaan yang tidak dilakukan dengan baik
3. Ada janji yang kita lupakan, sementara orang tempat kita berjanji masih tetap ingat
4. Tidak memaafkan kesalahan orang lain maupun kesalahan diri kita pribadi.
5. Kita melakukan perbuatan maksiat meskipun itu sesuatu yang kecil.
Ketika alarm itu berbunyi atau perasaan negatif itu muncul di hati kita, lakukanlah introspeksi untuk mengetahui apa kesalahan yang kita lakukan. Jangan pernah melakukan pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Semoga dengan banyaknya kita mengintrospeksi diri kita dapat berdampak semakin halus dan pekanya perasaan kita, sehingga mampu mendeteksi sekecil apapun bentuk kesalahan yang kita lakukan.
Banyak diantara kita yang tidak sadar akan dosa atau kesalahan yang kita lakukan, Bersyukurlah kita bila masih diberikan kepekaan hati dan masih mendengar alarm emosi kita berbunyi. Sehingga kita berkesempatan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita perbuat secara sengaja maupun tidak disengaja....
Seorang pembicara di salah satu radio swasta di bumi sriwijaya pernah membahas sebuah tema menarik, Alarm eMosi…ya alarm emosi.
Alarm biasanya digunakan sebagai pengingat bagi penggunanya akan apa yang harus ia lakukan ketika alat ini berbunyi, dan waktunya telah ditentukan sebelumnya sesuai keinginan pengguna..
Alarm yang biasa kita kenal sebagai bagian dari salah satu alat penanda kemajuan teknologi ternyata berbeda dengan alarm yang satu ini. Alarma emOsi. Bukan buah dari kemajuan teknologi tetapi buah dari hati yang bersih dan peka.
Alarm emosi adalah alarm yang berupa perasaan negatif. Perasaan negatif itu muncul sebagai penanda yang memberitahukan kepada kita bahwa ada yang keliru dalam diri kita (beda dengan perasaan positif). Allah memberikan kita anugerah berupa perasaan negatif dan positif yang selalu ada dalam diri manusia.
Alarm emosi merupakan perangkat yang ada di dalam rohani kita. Rohani sama seperti tubuh secara fisik, ia juga bisa merasakan sakit dan bisa merasakan sehat. Rohani tidak lepas dari masalah hati. Rohani dan hati merupakan dua makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Allah secara khusus untuk manusia. Beruntunglah bila hati kita masih merasakan sakit, menyesallah bila hati kita telah mati, dan berbahagialah bila hati kita sehat.
Perasaan negatif yang ada dalam diri kita bisa muncul disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. Kemunculannya disebabkan oleh ibadah kita yang kurang benar
2. Pekerjaan yang tidak dilakukan dengan baik
3. Ada janji yang kita lupakan, sementara orang tempat kita berjanji masih tetap ingat
4. Tidak memaafkan kesalahan orang lain maupun kesalahan diri kita pribadi.
5. Kita melakukan perbuatan maksiat meskipun itu sesuatu yang kecil.
Ketika alarm itu berbunyi atau perasaan negatif itu muncul di hati kita, lakukanlah introspeksi untuk mengetahui apa kesalahan yang kita lakukan. Jangan pernah melakukan pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Semoga dengan banyaknya kita mengintrospeksi diri kita dapat berdampak semakin halus dan pekanya perasaan kita, sehingga mampu mendeteksi sekecil apapun bentuk kesalahan yang kita lakukan.
Banyak diantara kita yang tidak sadar akan dosa atau kesalahan yang kita lakukan, Bersyukurlah kita bila masih diberikan kepekaan hati dan masih mendengar alarm emosi kita berbunyi. Sehingga kita berkesempatan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita perbuat secara sengaja maupun tidak disengaja....
PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI KEBIJAKAN HIBAH PENGEMBANGAN TERNAK SAPI PENGGEMUKAN DI KABUPATEN BINTAN
Oleh Abu tabina
Latar Belakang
Pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan sistem agribisnis nasional menjadi bagian penting dalam mewujudkan ketahananan dan swasembada pangan bagi 230 juta lebih jumlah penduduk Indonesia. Khususnya kebutuhan akan protein hewani seperti daging, susu dan telur. Selain itu, Iwan Berri Prima (www.detik.com) menulis, peran pembangunan peternakan nasional juga sangat signifikan sebagai sektor riil yang mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 3,15 juta orang dan mampu menghidupi lebih dari 10 juta orang masyarakat Indonesia dengan investasi pada tahun 2007 tidak kurang dari Rp 4,5 triliun.
Sektor peternakan diharapkan dapat menekan angka kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2007 mencapai 37,17 juta jiwa, tahun 2008 menurun menjadi 34,96 juta jiwa dan tahun 2009 menjadi 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan jika tahun-tahun berikutnya bukan semakin menurun jumlah penduduk miskin di Indonesia tetapi justru mengalami peningkatan ketika Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri apalagi dengan adanya krisis global yang melanda hampir semua Negara di dunia (www.detik.com).
Negara Indonesia yang merupakan Negara agraris beriklim tropis sangat layak untuk dijadikan salah satu Negara yang mengedepankan sektor peternakan dalam rangka mensejahterakan penduduknya. Sesuai dengan amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar Negara Republik Indonesia ini berdiri. Salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI adalah program penggemukan sapi potong. Salah satu sumber protein nabati yang dapat diperbaharui, daging sapi menjadi menu andalan bagi masyarakat Indonesia khususnya yang beragama muslim.
Permintaan akan sapi potong dari tahun ketahun meningkat secara tajam. Sehingga memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan impor sapi dari Negara lain. Kebijakan impor dilakukan dalam rangka mendukung kekurangan produksi dalam negeri. Sampai saat ini Indonesia masih kekurangan pasokan daging sapi hingga 35% atau 135,1 ribu ton dari kebutuhan 385 ribu ton. Defisit populasi sapi diperkirakan 10,7% dari populasi ideal atau sekitar 1,18 juta ekor.
Sementara itu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) tahun 2007 mencatat, setiap tahun masyarakat Indonesia membutuhkan sekitar 350.000 sampai 400.000 ton daging sapi. Jumlah itu setara dengan sekitar 1,72 juta ekor sapi potong. Dari jumlah tersebut hingga saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 30% daging sapi dalam bentuk daging beku dari Australia maupun sapi hidup untuk memenuhi permintaan daging sapi yang masih mengalami kekurangan di dalam negeri.
Mayoritas di setiap daerah terutama yang memiliki keadaan geografis yang cocok untuk hidup sapi, memiliki program penggemukan sapi potong. Program tersebut merupakan salah satu bentuk program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu daerah yang melaksanakan program tersebut adalah Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bintan yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau.
Meskipun Kabupaten Bintan wilayahnya sebahagian besar terdiri dari lautan tetapi program tersebut merupakan salah satu program yang peruntukannya untuk masyarakat petani atau peternak. Jika dilihat dari jenis mata pencaharian dilihat dari aspek kesukuan, maka mayoritas petani/peternak adalah suku jawa dan suku pendatang lainnya, sedangkan mayoritas nelayan adalah suku melayu atau suku asli Kabupaten Bintan.
Sehingga program penggemukan sapi dipilih oleh pemerintah dengan latar belakang kondisi geografis kabupaten bintan yang layak untuk hidup sapi dan pangsa pasar daging sapi terbuka lebar, dikarenakan permintaan akan daging sapi terutama dalam skala domestik setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Apalagi kebijakan penggemukan sapi potong sudah berjalan cukup lama yaitu sejak tahun 1998 dan banyak manfaat yang diperoleh oleh masyarakat peternak tradisional di Kabupaten Bintan khususnya masyarakat golongan menengah kebawah sehingga tidak salah jika program ini dilanjutkan pada tahun 2010.
Permasalahan
Program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan sebenarnya terdiri dari berbagai macam program selain dari program penggemukan sapi potong, ada yang bergerak di Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan program one vilage one product ( satu desa satu produk), Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri, pelatihan keahlian dan keterampilan masyarakat produktif, pemberian kredit lunak, bantuan perahu dan alat tangkap ikan bagi nelayan, rehabilitasi rumah kumuh dan lain sebagainya.
Kesemuanya merupakan program yang dicanangkan pemerintah dalam rangka mengurangi dan mengayomi penduduk miskin di Kabupaten Bintan. Tulisan ini akan membahas salah satu kebijakan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan yaitu kebijakan program penggemukan sapi potong.
Program ini merupakan program turunan dari pemerintah pusat, seringnya program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat terjadi masalah ketika diimplementasikan di daerah. Seperti halnya program penggemukan sapi potong di kabupaten Bintan, permasalahan timbul ketika para peternak kesulitan mendapatkan pakan ternak konsentrat yang produksinya sangat kurang di daerah lokal sehingga harus didatangkan dari daerah lain serta tidak terukur berapa persentase tingkat penurunan masyarakat miskin melalui kebijakan program penggemukan sapi potong. Kenyataan menunjukan masih adanya penduduk miskin yang mendiami desa-desa di Kabupaten Bintan.
Tulisan ini akan membahas berkaitan efektivitas program penggemukan sapi potong terhadap penurunan masyarakat miskin di Kabupaten Bintan
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui manfaat kebijakan program penggemukan sapi potong bagi penurunan rumah tangga miskin para peternak di Kabupaten Bintan.
2. Mengetahui efektivitas kebijakan program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan
3. Mengetahui mekanisme kebijakan program penggemukan sapi potong.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai masukan untuk pemerintah daerah Kabupaten Bintan berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan.
2. Untuk pengembangan pribadi penulis dengan menyumbangkan pengetahuan kepada khalayak ramai.
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Penggemukan Sapi Potong
Definisi kebijakan banyak ditemui di kepustakaan Administrasi Negara. Namun, harus diakui bahwa definisi yang ada bukanlah definisi yang benar-benar memuaskan, sangat sulit untuk mencari definisi kebijakan yang memuaskan disebabkan sifatnya yang sangat luas, kabur, atau tidak spesifik. Dibawah ini akan dituliskan beberapa definisi dari kebijakan:
Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (1996).
“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak”.
Sementara menurut Heintz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam buku Charles O. Jones mendefinisikan kebijakan sebagai “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (1996).
Menurut Edi Suharto (2005: 7).
“Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu”.
Menurut Titmuss dalam Edi Suharto (2005: 7).
“Kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu”.
Public Policy adalah rangkaian panjang pilihan-pilihan yang kurang lebih berhubungan, termasuk keputusan untuk tidak berbuat, yang dibuat oleh kantor-kantor atau badan-badan pemerintah (Dunn, 2001).
Dari berbagai macam definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan merupakan tindakan terencana yang diambil oleh pemerintah dalam mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan.
Pada dasarnya sesuai dengan peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 3l tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan bantuan hibah pengembangan ternak sapi penggemukan Kabupaten Bintan tahun 2009. Kebijakan penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan menurut peraturan tersebut diperuntukan bagi masyarakat peternak yang telah dipilih secara selektif oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bintan berdasarkan tingkat perekonomiannya. Sehingga kebijakan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan pilihan yang diambil oleh pemerintah dalam hal penanggulangan kemiskinan yang peruntukannya bagi masyarakat peternak golongan menengah kebawah.
Efektifitas kebijakan
Anthon (2003: 30) mengungkapkan, Efektifitas (efektivity) atau efek (efect) berarti suatu kebijakan atau program harus memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah atau kemampuan untuk mencapai tujuan. Di bawah ini merupakan pengertian efektifitas menurut beberapa orang ahli:
a. Shaun Tyson & Tony Jackson (1992: 230).
“Efektifitas dapat didefinisikan sebagai kecakapan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Dengan dasar efektifitas adalah intergrasi.”
b. Richard M. Steers (1985: 54)
“Efektifitas adalah memadukan faktor-faktor organisasi seperti struktur dan teknologi, dan faktor individu seperti motivasi, rasa keterikatan, dan prestasi kerja.”
c. The Liang Gie (1982: 108)
“Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan tindakan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki maka orang dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau maksud yang dikehendaki.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah apabila hasil yang didapat baik berupa materi maupun non materi sesuai dengan perencanaan. Efektif atau tidaknya suatu kebijakan dapat dilihat dari pencapaian tujuannya. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bintan akan efektif bila tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik yakni berkurangnya masyarakat miskin di Kabupaten Bintan melalui kebijakan penggemukan sapi potong.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Program Penggemukan Sapi
Kabupaten Bintan, merupakan daerah yang mengandalkan sektor pertanian dan pariwisata dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) disamping barang tambang. Program penggemukan sapi sudah berjalan sejak tahun 1998 sebagai bagian dari kebijakan Pemda Kabupaten Bintan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan masyarakat dengan menggunakan dana perguliran dan APBD Pemkab Bintan. Pada tahun 2009, kebijakan tersebut secara rinci dijabarkan dalam peraturan Bupati Kabupaten Bintan nomor 3l tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan bantuan hibah pengembangan ternak sapi penggemukan Kabupaten Bintan tahun 2009.
Ada beragam program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan yaitu program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah pusat, PNPM Mandiri, program one vilage one product ( satu desa satu produk), bantuan kredit lunak bagi para nelayan dan petani, hibah atau bantuan kredit perahu bagi para nelayan serta program penggemukan sapi potong. Mayoritas semua dinas di Pemda Kabupaten Bintan memiliki program pengentasan kemiskinan. Kesemua program pengentasan kemiskinan tersebut, memberikan manfaat positif bagi penurunan jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bintan.
Kabupaten/Kota Jumlah
Batam 33.408 KK
Bintan 10.211 KK
Natuna 8.820 KK
Karimun 7.717 KK
Lingga 7.147 KK
Tanjungpinang 6.376 KK
Tabel 1: Sebaran Penduduk Miskin tahun 2007 di Provinsi Kep. Riau
Pada Tabel 1 terlihat bahwa, jumlah penduduk miskin di Bintan pada tahun 2007 terbanyak kedua se Provinsi Kepulaun Riau setelah Kota Batam. Adanya program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bintan ternyata berperan siginifikan dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau mencatat, jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi berada diangka 10.208 KK, dan terjadi penurunan kembali pada tahun 2009 yaitu berada di angka 8.470 KK.
Penurunan jumlah KK miskin dalam bentuk angka ini menjadi acuan pemerintah apakah program yang dilaksanakan itu berhasil atau tidak. Kekurangannya adalah tidak adanya data secara jelas dan rinci program mana yang paling efektif dalam mengurangi masyarakat miskin, karena sepertinya semua program tersebut berperan secara bersama-sama dalam mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bintan.
Keberhasilan tahun-tahun sebelumnya dalam program penggemukan sapi potong mendorong pemda untuk melaksanakan hal serupa dengan target penggemukan sapi mencapai 1000 ekor pada tahun 2010 yang dibagikan kepada masyarakat peternak di Kabupaten Bintan dengan system bagi hasil. Surat kabar lokal Tribun Batam menyebutkan 1000 ekor sapi tersebut dialokasikan ke 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan yaitu; Bintan Utara 219 ekor, Teluk Sebong 137 ekor, Teluk Bintan 74 ekor, Gunung Kijang 155 ekor, Bintan Timur 225 ekor, Toapaya 105 ekor dan Sri Kuala Lobam sebanyak 85 ekor.
Satu ekor sapi bisa menghasilkan jutaan rupiah kepada para peternak. Mereka cukup memelihara sapi berumur 1,5 tahun dengan berat 100 kg seharga 4,5 juta yang dikirim dari Pulau Jawa. Dalam waktu tidak terlalu lama 6-8 bulan, melalui program penggemukan (pakan ternak konsentrat), sapi tersebut dapat bertambah beratnya hingga mencapai 300 kg dan dijual seharga 7-9 juta rupiah. Dengan pembagian, 80 persen dari keuntungan diambil oleh masyarakat sedangkan 20 persen diberikan kepada pemerintah untuk diputar kembali.
Sementara modal awal dikembalikan kepada pemerintah. Hal ini dilakukan untuk melatih kemandirian masyarakat agar tidak selalu bergantung kepada pemerintah, dengan adanya keuntungan yang besar tersebut dapat dimanfaatkan bagi para peternak untuk mengembangkan kembali peternakannya sehingga tidak perlu lagi mengambl bibit sapi dari luar daerah.
Kebijakan penggemukan sapi potong yang diambil Pemda Kab. Bintan merupakan bentuk kebijakan dalam mengurangi penduduk miskin terutama miskin dalam pengertian ekonomi yang menurut Rintuh dan Miar (2005;174) mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Harapannya dengan terselesaikannya kemiskinan secara ekonomi akan memudahkan kemiskinan dari dimensi sosial dan moral serta struktural dapat diminimalisir. Imbas bagi pemerintah daerah yaitu akan meningkatkan sumber PAD dari sektor peternakan dan kesejahteraan masyarakat peternak dapat meningkat sehingga mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bintan.
Program yang dilaksanakan tersebut sebagai bagian dari fungsi pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat dengan memperdayakan potensi SDA dan SDM yang dimilikinya dengan mengembangkan sektor agribisnis. Karena pada dasarnya tugas dari pemerintah adalah mengatur dan mengelola sumberdaya yang ada agar menghasilkan perubahan substansial dalam lingkungan yang belum mapan.
Dengan adanya program penggemukan sapi secara langsung berdampak kepada pemenuhan kebutuhan akan daging khususnya untuk memenuhi pasar domestic provinsi Kep.Riau itu sendiri yang menurut Wakil Bupati Kabupaten Bintan Mastur Taher dalam sebuah harian surat kabar lokal Tribun Batam mengatakan, pasar domestik khususnya di wilayahnya baru terpenuhi 30 persen daging sapi lokal selebihnya masih mengharapkan pengiriman dari daerah lain.
Kebijakan program penggemukan sapi potong merupakan salah satu kebijakan yang mendasarkan kepada potensi kewilayahan. Secara geografis Kab. Bintan memiliki lahan hijau yang luas dengan kondisi alam yang mendukung ditambah lagi bertetangga dengan Negara Singapura dan Malaysia yang tentu saja akan menjadi pangsa pasar potensial ketika pemenuhan pasar domestic akan daging sudah terpenuhi dengan baik. Perkembangan selanjutnya dari program penggemukan sapi tersebut adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar khususunya untuk rumah tangga.
Kotoran sapi yang dikumpulkan dan diproses lebih lanjut menjadi salah satu sumber bahan bakar biogas yang bisa dimanfaatkan masyarakat setempat, sebagai pengganti bahan bakar migas yang saat ini mulai beranjak naik seiring kenaikan harga minyak dunia. Lagi-lagi hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tergolong miskin dan menengah, khususnya masyarakat yang memanfaatkan teknologi ini, dan tentunya dukungan dari pemda dalam memberikan pengetahuan akan pengolahan dan pemanfaatan biogas menjadi hal yang sangat dibutuhkan.
Selain itu, limbah kotoran sapi tersebut selain dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar biogas juga menjadi salah satu pupuk organik ramah lingkungan yang mampu menyuburkan tanah yang berperan penting dalam meningkatkan hasil pertanian petani.
Kesimpulan
Adanya program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan salah satunya berupa program penggemukan sapi potong menurut data BPS Provinsi Kepulauan Riau selama tiga tahun terakhir (Tahun 2007 sebanyak 10.211 KK, Tahun 2008 sebanyak 10.208 KK dan Tahun 2009 sebanyak 8.470 KK) menunjukan angka penurunan meskipun penurunan yang terjadi tidak terlalu ekstrim. Tetapi adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bintan menandakan kebijakan atau program pengentasan kemiskinan yang dilaksankan pemda setempat dinilai berhasil.
Kebijakan program penggemukan sapi potong untuk wilayah Kabupaten Bintan merupakan salah satu program yang dapat dilaksanakan mengingat wilayah Kabupaten Bintan terbilang cukup luas dan potensi pasar yang masih terbuka lebar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan dinilai berhasil karena mampu menciptakan iklim wirausaha bagi para peternak dan masyarakat sekitar, dan pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi bahan berguna dalam proses kehidupan masyarakat Kabupaten Bintan merupakan bentuk nyata inovasi yang dilakukannya.
Saran
Saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan dalam pelaksanaan program penggemukan sapi potong adalah, agar lebih terus-menerus mengawasi program tersebut supaya tidak terjadi penyimpangan ataupun penyalahgunaan dalam praktek di masyarakat. Mengingat ketidakberhasilan program pemerintah untuk diterapkan di masyarakat disebabkan sikap mental masyarakat Indonesia yang sering menyelewengkan segala bentuk bantuan, hal ini lah yang menyumbangkan peringkat tinggi Negara Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di Asia Tenggara dan dunia.
Selain program penggemukan sapi potong, pemerintah juga perlu mengembangkan beragam program pengentasan kemiskinan yang cocok dengan budaya dan kondisi geografis Kabupaten Bintan, supaya kemakmuran dapat dirasakan merata oleh semua elemen masyarakat Kabupaten Bintan. Meskipun dinilai program penggemukan sapi potong dinilai berhasil tetapi pemerintah daerah diharapkan lebih mengembangkan perekonomian masyarakat disektor perikanan mengingat kondisi geografis Kabupaten Bintan yang berada di Pulau Bintan mayoritas terdiri dari lautan.
Daftar Pustaka
Nurzaman, Siti Sutriah. 2002. Perencanaan Wilayah Di Indonesia Pada Masa Krisis. Bandung: ITB
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Prima, Iwan Berri. Kebijakan impor daging sapi dan ketahanan pangan. www.detik.com. Diunduh tanggal 20 Februari 2010
Rintuh, Cornelis & Miar. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat edisi pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Syafiie, Inu Kencana., Tandjung, Djamaludin. & Modeong, Supardan. (1999). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjokroamidjojo, Bintoro., & A.R., Mustopadidjaya. (1988). Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
www.bintankab.go.id.
www.kepri.bps.go.id.
www.tribunbatam.co.id.
Latar Belakang
Pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan sistem agribisnis nasional menjadi bagian penting dalam mewujudkan ketahananan dan swasembada pangan bagi 230 juta lebih jumlah penduduk Indonesia. Khususnya kebutuhan akan protein hewani seperti daging, susu dan telur. Selain itu, Iwan Berri Prima (www.detik.com) menulis, peran pembangunan peternakan nasional juga sangat signifikan sebagai sektor riil yang mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 3,15 juta orang dan mampu menghidupi lebih dari 10 juta orang masyarakat Indonesia dengan investasi pada tahun 2007 tidak kurang dari Rp 4,5 triliun.
Sektor peternakan diharapkan dapat menekan angka kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2007 mencapai 37,17 juta jiwa, tahun 2008 menurun menjadi 34,96 juta jiwa dan tahun 2009 menjadi 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan jika tahun-tahun berikutnya bukan semakin menurun jumlah penduduk miskin di Indonesia tetapi justru mengalami peningkatan ketika Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri apalagi dengan adanya krisis global yang melanda hampir semua Negara di dunia (www.detik.com).
Negara Indonesia yang merupakan Negara agraris beriklim tropis sangat layak untuk dijadikan salah satu Negara yang mengedepankan sektor peternakan dalam rangka mensejahterakan penduduknya. Sesuai dengan amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar Negara Republik Indonesia ini berdiri. Salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI adalah program penggemukan sapi potong. Salah satu sumber protein nabati yang dapat diperbaharui, daging sapi menjadi menu andalan bagi masyarakat Indonesia khususnya yang beragama muslim.
Permintaan akan sapi potong dari tahun ketahun meningkat secara tajam. Sehingga memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan impor sapi dari Negara lain. Kebijakan impor dilakukan dalam rangka mendukung kekurangan produksi dalam negeri. Sampai saat ini Indonesia masih kekurangan pasokan daging sapi hingga 35% atau 135,1 ribu ton dari kebutuhan 385 ribu ton. Defisit populasi sapi diperkirakan 10,7% dari populasi ideal atau sekitar 1,18 juta ekor.
Sementara itu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) tahun 2007 mencatat, setiap tahun masyarakat Indonesia membutuhkan sekitar 350.000 sampai 400.000 ton daging sapi. Jumlah itu setara dengan sekitar 1,72 juta ekor sapi potong. Dari jumlah tersebut hingga saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 30% daging sapi dalam bentuk daging beku dari Australia maupun sapi hidup untuk memenuhi permintaan daging sapi yang masih mengalami kekurangan di dalam negeri.
Mayoritas di setiap daerah terutama yang memiliki keadaan geografis yang cocok untuk hidup sapi, memiliki program penggemukan sapi potong. Program tersebut merupakan salah satu bentuk program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu daerah yang melaksanakan program tersebut adalah Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bintan yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau.
Meskipun Kabupaten Bintan wilayahnya sebahagian besar terdiri dari lautan tetapi program tersebut merupakan salah satu program yang peruntukannya untuk masyarakat petani atau peternak. Jika dilihat dari jenis mata pencaharian dilihat dari aspek kesukuan, maka mayoritas petani/peternak adalah suku jawa dan suku pendatang lainnya, sedangkan mayoritas nelayan adalah suku melayu atau suku asli Kabupaten Bintan.
Sehingga program penggemukan sapi dipilih oleh pemerintah dengan latar belakang kondisi geografis kabupaten bintan yang layak untuk hidup sapi dan pangsa pasar daging sapi terbuka lebar, dikarenakan permintaan akan daging sapi terutama dalam skala domestik setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Apalagi kebijakan penggemukan sapi potong sudah berjalan cukup lama yaitu sejak tahun 1998 dan banyak manfaat yang diperoleh oleh masyarakat peternak tradisional di Kabupaten Bintan khususnya masyarakat golongan menengah kebawah sehingga tidak salah jika program ini dilanjutkan pada tahun 2010.
Permasalahan
Program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan sebenarnya terdiri dari berbagai macam program selain dari program penggemukan sapi potong, ada yang bergerak di Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan program one vilage one product ( satu desa satu produk), Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri, pelatihan keahlian dan keterampilan masyarakat produktif, pemberian kredit lunak, bantuan perahu dan alat tangkap ikan bagi nelayan, rehabilitasi rumah kumuh dan lain sebagainya.
Kesemuanya merupakan program yang dicanangkan pemerintah dalam rangka mengurangi dan mengayomi penduduk miskin di Kabupaten Bintan. Tulisan ini akan membahas salah satu kebijakan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan yaitu kebijakan program penggemukan sapi potong.
Program ini merupakan program turunan dari pemerintah pusat, seringnya program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah pusat terjadi masalah ketika diimplementasikan di daerah. Seperti halnya program penggemukan sapi potong di kabupaten Bintan, permasalahan timbul ketika para peternak kesulitan mendapatkan pakan ternak konsentrat yang produksinya sangat kurang di daerah lokal sehingga harus didatangkan dari daerah lain serta tidak terukur berapa persentase tingkat penurunan masyarakat miskin melalui kebijakan program penggemukan sapi potong. Kenyataan menunjukan masih adanya penduduk miskin yang mendiami desa-desa di Kabupaten Bintan.
Tulisan ini akan membahas berkaitan efektivitas program penggemukan sapi potong terhadap penurunan masyarakat miskin di Kabupaten Bintan
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui manfaat kebijakan program penggemukan sapi potong bagi penurunan rumah tangga miskin para peternak di Kabupaten Bintan.
2. Mengetahui efektivitas kebijakan program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan
3. Mengetahui mekanisme kebijakan program penggemukan sapi potong.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai masukan untuk pemerintah daerah Kabupaten Bintan berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan.
2. Untuk pengembangan pribadi penulis dengan menyumbangkan pengetahuan kepada khalayak ramai.
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Penggemukan Sapi Potong
Definisi kebijakan banyak ditemui di kepustakaan Administrasi Negara. Namun, harus diakui bahwa definisi yang ada bukanlah definisi yang benar-benar memuaskan, sangat sulit untuk mencari definisi kebijakan yang memuaskan disebabkan sifatnya yang sangat luas, kabur, atau tidak spesifik. Dibawah ini akan dituliskan beberapa definisi dari kebijakan:
Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (1996).
“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak”.
Sementara menurut Heintz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam buku Charles O. Jones mendefinisikan kebijakan sebagai “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (1996).
Menurut Edi Suharto (2005: 7).
“Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu”.
Menurut Titmuss dalam Edi Suharto (2005: 7).
“Kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu”.
Public Policy adalah rangkaian panjang pilihan-pilihan yang kurang lebih berhubungan, termasuk keputusan untuk tidak berbuat, yang dibuat oleh kantor-kantor atau badan-badan pemerintah (Dunn, 2001).
Dari berbagai macam definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan merupakan tindakan terencana yang diambil oleh pemerintah dalam mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan.
Pada dasarnya sesuai dengan peraturan Bupati Kabupaten Bintan Nomor 3l tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan bantuan hibah pengembangan ternak sapi penggemukan Kabupaten Bintan tahun 2009. Kebijakan penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan menurut peraturan tersebut diperuntukan bagi masyarakat peternak yang telah dipilih secara selektif oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bintan berdasarkan tingkat perekonomiannya. Sehingga kebijakan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan pilihan yang diambil oleh pemerintah dalam hal penanggulangan kemiskinan yang peruntukannya bagi masyarakat peternak golongan menengah kebawah.
Efektifitas kebijakan
Anthon (2003: 30) mengungkapkan, Efektifitas (efektivity) atau efek (efect) berarti suatu kebijakan atau program harus memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah atau kemampuan untuk mencapai tujuan. Di bawah ini merupakan pengertian efektifitas menurut beberapa orang ahli:
a. Shaun Tyson & Tony Jackson (1992: 230).
“Efektifitas dapat didefinisikan sebagai kecakapan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Dengan dasar efektifitas adalah intergrasi.”
b. Richard M. Steers (1985: 54)
“Efektifitas adalah memadukan faktor-faktor organisasi seperti struktur dan teknologi, dan faktor individu seperti motivasi, rasa keterikatan, dan prestasi kerja.”
c. The Liang Gie (1982: 108)
“Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan tindakan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki maka orang dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau maksud yang dikehendaki.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah apabila hasil yang didapat baik berupa materi maupun non materi sesuai dengan perencanaan. Efektif atau tidaknya suatu kebijakan dapat dilihat dari pencapaian tujuannya. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bintan akan efektif bila tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik yakni berkurangnya masyarakat miskin di Kabupaten Bintan melalui kebijakan penggemukan sapi potong.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Program Penggemukan Sapi
Kabupaten Bintan, merupakan daerah yang mengandalkan sektor pertanian dan pariwisata dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) disamping barang tambang. Program penggemukan sapi sudah berjalan sejak tahun 1998 sebagai bagian dari kebijakan Pemda Kabupaten Bintan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan masyarakat dengan menggunakan dana perguliran dan APBD Pemkab Bintan. Pada tahun 2009, kebijakan tersebut secara rinci dijabarkan dalam peraturan Bupati Kabupaten Bintan nomor 3l tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan bantuan hibah pengembangan ternak sapi penggemukan Kabupaten Bintan tahun 2009.
Ada beragam program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan yaitu program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah pusat, PNPM Mandiri, program one vilage one product ( satu desa satu produk), bantuan kredit lunak bagi para nelayan dan petani, hibah atau bantuan kredit perahu bagi para nelayan serta program penggemukan sapi potong. Mayoritas semua dinas di Pemda Kabupaten Bintan memiliki program pengentasan kemiskinan. Kesemua program pengentasan kemiskinan tersebut, memberikan manfaat positif bagi penurunan jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bintan.
Kabupaten/Kota Jumlah
Batam 33.408 KK
Bintan 10.211 KK
Natuna 8.820 KK
Karimun 7.717 KK
Lingga 7.147 KK
Tanjungpinang 6.376 KK
Tabel 1: Sebaran Penduduk Miskin tahun 2007 di Provinsi Kep. Riau
Pada Tabel 1 terlihat bahwa, jumlah penduduk miskin di Bintan pada tahun 2007 terbanyak kedua se Provinsi Kepulaun Riau setelah Kota Batam. Adanya program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bintan ternyata berperan siginifikan dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau mencatat, jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi berada diangka 10.208 KK, dan terjadi penurunan kembali pada tahun 2009 yaitu berada di angka 8.470 KK.
Penurunan jumlah KK miskin dalam bentuk angka ini menjadi acuan pemerintah apakah program yang dilaksanakan itu berhasil atau tidak. Kekurangannya adalah tidak adanya data secara jelas dan rinci program mana yang paling efektif dalam mengurangi masyarakat miskin, karena sepertinya semua program tersebut berperan secara bersama-sama dalam mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bintan.
Keberhasilan tahun-tahun sebelumnya dalam program penggemukan sapi potong mendorong pemda untuk melaksanakan hal serupa dengan target penggemukan sapi mencapai 1000 ekor pada tahun 2010 yang dibagikan kepada masyarakat peternak di Kabupaten Bintan dengan system bagi hasil. Surat kabar lokal Tribun Batam menyebutkan 1000 ekor sapi tersebut dialokasikan ke 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan yaitu; Bintan Utara 219 ekor, Teluk Sebong 137 ekor, Teluk Bintan 74 ekor, Gunung Kijang 155 ekor, Bintan Timur 225 ekor, Toapaya 105 ekor dan Sri Kuala Lobam sebanyak 85 ekor.
Satu ekor sapi bisa menghasilkan jutaan rupiah kepada para peternak. Mereka cukup memelihara sapi berumur 1,5 tahun dengan berat 100 kg seharga 4,5 juta yang dikirim dari Pulau Jawa. Dalam waktu tidak terlalu lama 6-8 bulan, melalui program penggemukan (pakan ternak konsentrat), sapi tersebut dapat bertambah beratnya hingga mencapai 300 kg dan dijual seharga 7-9 juta rupiah. Dengan pembagian, 80 persen dari keuntungan diambil oleh masyarakat sedangkan 20 persen diberikan kepada pemerintah untuk diputar kembali.
Sementara modal awal dikembalikan kepada pemerintah. Hal ini dilakukan untuk melatih kemandirian masyarakat agar tidak selalu bergantung kepada pemerintah, dengan adanya keuntungan yang besar tersebut dapat dimanfaatkan bagi para peternak untuk mengembangkan kembali peternakannya sehingga tidak perlu lagi mengambl bibit sapi dari luar daerah.
Kebijakan penggemukan sapi potong yang diambil Pemda Kab. Bintan merupakan bentuk kebijakan dalam mengurangi penduduk miskin terutama miskin dalam pengertian ekonomi yang menurut Rintuh dan Miar (2005;174) mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Harapannya dengan terselesaikannya kemiskinan secara ekonomi akan memudahkan kemiskinan dari dimensi sosial dan moral serta struktural dapat diminimalisir. Imbas bagi pemerintah daerah yaitu akan meningkatkan sumber PAD dari sektor peternakan dan kesejahteraan masyarakat peternak dapat meningkat sehingga mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bintan.
Program yang dilaksanakan tersebut sebagai bagian dari fungsi pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat dengan memperdayakan potensi SDA dan SDM yang dimilikinya dengan mengembangkan sektor agribisnis. Karena pada dasarnya tugas dari pemerintah adalah mengatur dan mengelola sumberdaya yang ada agar menghasilkan perubahan substansial dalam lingkungan yang belum mapan.
Dengan adanya program penggemukan sapi secara langsung berdampak kepada pemenuhan kebutuhan akan daging khususnya untuk memenuhi pasar domestic provinsi Kep.Riau itu sendiri yang menurut Wakil Bupati Kabupaten Bintan Mastur Taher dalam sebuah harian surat kabar lokal Tribun Batam mengatakan, pasar domestik khususnya di wilayahnya baru terpenuhi 30 persen daging sapi lokal selebihnya masih mengharapkan pengiriman dari daerah lain.
Kebijakan program penggemukan sapi potong merupakan salah satu kebijakan yang mendasarkan kepada potensi kewilayahan. Secara geografis Kab. Bintan memiliki lahan hijau yang luas dengan kondisi alam yang mendukung ditambah lagi bertetangga dengan Negara Singapura dan Malaysia yang tentu saja akan menjadi pangsa pasar potensial ketika pemenuhan pasar domestic akan daging sudah terpenuhi dengan baik. Perkembangan selanjutnya dari program penggemukan sapi tersebut adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar khususunya untuk rumah tangga.
Kotoran sapi yang dikumpulkan dan diproses lebih lanjut menjadi salah satu sumber bahan bakar biogas yang bisa dimanfaatkan masyarakat setempat, sebagai pengganti bahan bakar migas yang saat ini mulai beranjak naik seiring kenaikan harga minyak dunia. Lagi-lagi hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tergolong miskin dan menengah, khususnya masyarakat yang memanfaatkan teknologi ini, dan tentunya dukungan dari pemda dalam memberikan pengetahuan akan pengolahan dan pemanfaatan biogas menjadi hal yang sangat dibutuhkan.
Selain itu, limbah kotoran sapi tersebut selain dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar biogas juga menjadi salah satu pupuk organik ramah lingkungan yang mampu menyuburkan tanah yang berperan penting dalam meningkatkan hasil pertanian petani.
Kesimpulan
Adanya program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bintan salah satunya berupa program penggemukan sapi potong menurut data BPS Provinsi Kepulauan Riau selama tiga tahun terakhir (Tahun 2007 sebanyak 10.211 KK, Tahun 2008 sebanyak 10.208 KK dan Tahun 2009 sebanyak 8.470 KK) menunjukan angka penurunan meskipun penurunan yang terjadi tidak terlalu ekstrim. Tetapi adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bintan menandakan kebijakan atau program pengentasan kemiskinan yang dilaksankan pemda setempat dinilai berhasil.
Kebijakan program penggemukan sapi potong untuk wilayah Kabupaten Bintan merupakan salah satu program yang dapat dilaksanakan mengingat wilayah Kabupaten Bintan terbilang cukup luas dan potensi pasar yang masih terbuka lebar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa program penggemukan sapi potong di Kabupaten Bintan dinilai berhasil karena mampu menciptakan iklim wirausaha bagi para peternak dan masyarakat sekitar, dan pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi bahan berguna dalam proses kehidupan masyarakat Kabupaten Bintan merupakan bentuk nyata inovasi yang dilakukannya.
Saran
Saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan dalam pelaksanaan program penggemukan sapi potong adalah, agar lebih terus-menerus mengawasi program tersebut supaya tidak terjadi penyimpangan ataupun penyalahgunaan dalam praktek di masyarakat. Mengingat ketidakberhasilan program pemerintah untuk diterapkan di masyarakat disebabkan sikap mental masyarakat Indonesia yang sering menyelewengkan segala bentuk bantuan, hal ini lah yang menyumbangkan peringkat tinggi Negara Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di Asia Tenggara dan dunia.
Selain program penggemukan sapi potong, pemerintah juga perlu mengembangkan beragam program pengentasan kemiskinan yang cocok dengan budaya dan kondisi geografis Kabupaten Bintan, supaya kemakmuran dapat dirasakan merata oleh semua elemen masyarakat Kabupaten Bintan. Meskipun dinilai program penggemukan sapi potong dinilai berhasil tetapi pemerintah daerah diharapkan lebih mengembangkan perekonomian masyarakat disektor perikanan mengingat kondisi geografis Kabupaten Bintan yang berada di Pulau Bintan mayoritas terdiri dari lautan.
Daftar Pustaka
Nurzaman, Siti Sutriah. 2002. Perencanaan Wilayah Di Indonesia Pada Masa Krisis. Bandung: ITB
Jones, Charles O.. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Ed. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Prima, Iwan Berri. Kebijakan impor daging sapi dan ketahanan pangan. www.detik.com. Diunduh tanggal 20 Februari 2010
Rintuh, Cornelis & Miar. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat edisi pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Syafiie, Inu Kencana., Tandjung, Djamaludin. & Modeong, Supardan. (1999). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjokroamidjojo, Bintoro., & A.R., Mustopadidjaya. (1988). Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
www.bintankab.go.id.
www.kepri.bps.go.id.
www.tribunbatam.co.id.
Langganan:
Postingan (Atom)